BOYOLALI — Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali mengusut penggunaan belanja hibah kepada kelompok/anggota masyarakat yang dicairkan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Boyolali 2014.
Pengusutan belanja hibah ini bermula dari laporan sekelompok masyarakat yang menduga adanya penyimpangan dalam belanja hibah kepada kelompok masyarakat senilai Rp31,94 miliar.
Dari penelusuran, ada kelompok masyarakat yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) namun realitanya tidak mendapatkan dana hibah yang dimaksud.
Seperti disampaikan warga RT 001/RW 011, Dukuh Kabonan, Desa Jenengan, Sawit, Joko Sriyono, 46. Dalam DPA, RT 001 tercantum sebagai penerima dana hibah untuk ternak kambing senilai Rp3 juta.
“Tapi kami tidak pernah merasa menerima bantuan itu. Saya pernah klarifikasi ke Pak RT tetapi RT juga tidak tahu. Bantuan itu yang mengusulkan siapa dan diterima siapa kami juga tidak tahu,” kata Joko, Kamis (7/5/2015).
Di RT 001, jelas dia, memang banyak warga yang memiliki usaha ternak kambing. “Tapi kalau bantuan uang Rp3 juta untuk peternak kambing, kami belum pernah menerima,” papar dia.
Sementara itu, Kamis (7/5/2015), kepala desa se-Kecamatan Banyudono memenuhi panggilan Kejari Boyolali untuk dimintai klarifikasi mengenai dana hibah 2014.
Klarifikasi terhadap seluruh kepala desa ini dilakukan sejak pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Hingga sore, pemeriksaan masih berlangsung. Pemeriksaan dilakukan di beberapa ruangan seperti aula kejaksaan, ruang Kasi Intel, dan ruang kesekretariatan. Satu per satu kepala desa dimintai keterangan tim Kejari.
Kajari Boyolali, Andi Murji Machfud, membenarkan pihaknya mulai mengklarifikasi masalah penggunaan dana hibah dari DPPKAD 2014. Penggunaan dana hibah akan diteliti apakah melanggar ketentuan atau tidak. Selain itu, kejaksaan juga kroscek ke lapangan apakah dana hibah benar-benar tersalurkan kepada masyarakat atau tidak.
“Memang betul seluruh kepala desa dari Banyudono kami klarifikasi hari ini [kemarin]. Ini Banyudono dulu, nanti giliran kecamatan lain,” kata Andi, ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya, Kamis (7/5/2015).
Hasil klarifikasi sementara di lapangan, banyak dana hibah yang sebenarnya terealisasi dan sampai ke tangan masyarakat. “Yang jadi persoalan, justru banyak masyarakat yang tidak tahu kalau itu dana hibah dari pemerintah dan harus dibuatkan laporan pertanggungjawaban [LPj]. Mereka tahunya itu uang aspirasi. Ini yang akan kami teliti,” jelas dia.
Salah satu dasar tumpuan untuk mengusut penggunaan dana hibah adalah Peraturan Bupati (Perbup) No.19/2014 tentang Pedoman Pemberian Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD Boyolali. Dalam Perbup tersebut diatur yang berhak menerima dana hibah adalah kelompok masyarakat yang memiliki struktur kepengurusan yang jelas dan terdaftar di pemerintah daerah minimal tiga tahun.
“Kalau ada yang tiba-tiba bikin kelompok supaya bisa mendapatkan bantuan hibah, boleh ndak?”
Sumber: solopos.com