19 Februari 2014

Cahyadi Takariawan, Calon Anggota DPD RI Yang Menginspirasi


Namaku Cahyadi Takariawan, namun ejaan di akte lahirku Tjahyadi Takariawan. Teman-teman memanggilku Pak Cah, bahkan ada yang memanggil Ustadz Pak Cah. Aku lahir hari Sabtu Pahing 11 Desember 1965, di desa Salam, kecamatan Karangpandan, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Bapakku bernama Soebandi –almarhum, seorang PNS di lingkungan pendidikan. Ibuku bernama Wuryastini, pensiunan PNS juga di lingkungan pendidikan. Aku anak ke 5 dari 7 bersaudara.
Kakekku -dari jalur bapak- bernama (alm) Prawirodikromo, seorang perangkat desa. Kakek -dari jalur ibu- bergelar Raden Rangga Baskara (alm), seorang abdi dalem kraton Solo.
Aku sekolah serba negeri. Tidak melalui TK, langsung masuk SD Negeri Salam I, lanjut ke SMP Negeri Karanganyar I, lanjut ke SMA Negeri Karanganyar I. Aku menyelesaikan kuliah di Fakultas Farmasi UGM, kemudian meneruskan Pendidikan Profesi Apoteker di UGM. Orang bilang, gelarku S.Si., Apt.
Aku mengenyam pendidikan agama dengan banyak cara. Pernah menjadi “santri kalong” di Pesantren Mahasiswa Budi Mulia Yogyakarta, pernah menjadi “santri kalong” di Pondok Pesantren Sabilul Khairat, kabupaten Semarang, Jawa Tengah, dan mengaji “sorogan” langsung kepada para ustadz dan kyai di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Semasa kuliah, aku berusaha banyak belajar. Makanya saat aktif di HMI, aku mengikuti jenjang pengkaderan dari Basic Training, Intermediate Training sampai Senior Course. Dengan bekal itu aku bisa masuk sebagai Korps Pengkader HMI Cabang Yogyakarta. Di Gelanggang Mahasiswa UGM, aku juga mengikuti beraneka ragam training pengkaderan Jama’ah Shalahuddin UGM, yang dulu dikenal dengan Fosil (Forum Silaturahmi), dan akhirnya ditunjuk menjadi Ketua Korp Pembina Jama’ah Shalahuddin UGM (KPJS).
Aku pernah mengikuti beberapa Pendidikan Kepemimpinan, di antaranya Pendidikan Kepemimpinan Nasional tahun 2008, dan Program Pendidikan Reguler Angkatan 45 (PPRA – XLV) Lemhannas RI tahun 2010.  Berbagai training dan pelatihan singkat sering aku ikuti sejak masih kuliah sampai sekarang.
Aku dulunya agak aktif di beberapa organisasi, misalnya pernah membantu aktivitas Senat Mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, pernah menjadi ketua –bahkan pendiri– Keluarga Mahasiswa Muslim Fakultas Farmasi UGM, aktif di HMI MPO Cabang Yogyakarta, aktif di UKKI Jama’ah Shalahuddin UGM, dan juga Keluarga Alumni Jama’ah Shalahuddin UGM.
Aku seorang bapak rumah tangga. Selain itu aktivitasku saat ini, antara lain Trainer dan Konselor Senior di Jogja Family Center (JFC), Ketua Dewan Pembina YP2SU, Staf Ahli Pusat Psikologi Terapan Metamorfosa, Penulis, dan Senior Editor PT Era Adicitra Intermedia. Aku juga menjadi anggota IKAL XLV (Ikatan Alumni Lemhannas RI angkatan 45).
Isteriku bernama Ida Nur Laila. Anakku berjumlah 6, yang tiga lelaki dan tiga perempuan.
Buku yang aku tulis, dan sudah terbit, mungkin sekitar empat puluh judul, di antaranya : Yang Tegar di Jalan Dakwah, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami, Fikih Politik Perempuan, Di Jalan Dakwah Aku Menikah, Di Jalan Dakwah Kugapai Sakinah, Izinkan Aku Meminangmu, Agar Cinta Menghiasi Rumah Tangga Kita, Rekayasa Masa Depan Dakwah, Dialog Peradaban: Islam Menggugat Materialisme, Kitab Tazkiyah, Media Massa Virus Peradaban, Menjadi Pasangan Paling Berbahagia, Panduan Ibadah Ramadhan, Wonderful Family: Merajut Keindahan Keluarga,  …dan lain-lain……
Aku menghabiskan waktu hidupku di jalan, namanya jalan dakwah. Mungkin orang menyebut, itu namanya hobi traveling. Tapi bukan hanya traveling, karena aku juga suka kuliner lho… Aku berjalan di sepanjang pulau Jawa, pulau Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Bali, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua. Aku berjalan juga ke beberapa negara. Masih banyak tempat ingin aku kunjungi. Di sepanjang perjalanan itulah, aku ketemu banyak teman, ketemu banyak saudara, ketemu banyak wacana, ketemu banyak peristiwa…..
Profesiku sebagai penulis buku, membuat aku mengenal banyak sisi dunia. Sering diundang bedah buku dan seminar di banyak tempat, dari sabang sampai merauke, sampai ke manca negara. Berbagai negara pernah aku kunjungi, semua dengan agenda seminar dan bedah buku.
Soal kuliner, seleraku sih lokal banget. Kalau ke Solo, makannya nasi kare, sambel tumpang, nasi brongkos, bebek goreng pak slamet… Kalau di Jogja, gudeg pawon jam setengah dua belas malam, atau sate klatak mas pong, kadang wedangan teh panas di angkringan pojok stasiun tugu. Kalau opor ayam, paling enak tuh masakan istriku sendiri, gak da yang nandingi. Naaa kalau di Makassar tuh, sulit untuk pulang. Banyak “undangan” kuliner yang harus dipenuhi. Coto Makassar Dg Sirua, wuah… Konro, sip… Palubassa Serigala, harus tambah…. Ulujuku, wajib 3 porsi….. Belum cukup, di Makassar harus menyempatkan mencicipi cha kangkung, otak-otak ikan, dan barongko pisang. Kalau di Palu, sukanya sop Kaledo yang dimakan dengan singkong. Ini juga perlu dua porsi….
Di Kendari, suka dimasakin Sinonggi atau Kapurung (orang Papua bilang: papeda) oleh istrinya pak Musadar, wakil walikota Kendari. Di Aceh, gak lupa menikmati kopi Ulee Kareng, malamnya di bakmi razali. Di Manado, paginya sarapan nasi kuning Seroja, siang bebas, malamnya ikan masak woku balanga di Malalayang. Di Gorontalo, suka dimasakin binte biluhuta oleh para umahat…. Di Mataram, senang sekali diundang jamuan makan malam di rumah Tuan Guru Muharrar, menunya wajib : pelecing kangkung plus kerupuk kulit. Ke wilayah Jawa Timur, harus mampir pecel madiun. Ke Tegal, sate tegal-nya pakai hotplate, jadi menu makan siang dan malam…. Di Padang, menu masakan padang di rumah dinas wakil walikota, ustadz Mahyeldi, sungguh menggugah selera… (Kolesterol semua ya…..?)
Ketahuan, cerita terbanyak soal kuliner…… Cerita yang lain menyusul….