24 Februari 2016

Serap Aspirasi, Abdul Kharis Kembali Sambangi Konstituen


Boyolali - Anggota DPR RI dari Dapil Jateng 5, Abdul Kharis Al Masyhari kembali sambangi konstituennya di Desa Gunungsari, Karanggede, Boyolali Sabtu (20/2). Dalam kunjungan tersebut, Abdul Kharis didampingi sejumlah pengurus DPD PKS Boyolali diantaranya Abdullah Ihsan Al Farhan dan Wahyono.

Abdul Kharis mengatakan bahwa kunjungan ini merupakan kunjungan rutin yang dilakukannya agar lebih dekat dengan konstituen dan mengetahui betul aspirasi apa yang akan disampaikan oleh konstituen dan masyarakat di daerah pemilihannya.

"Setiap saat, setiap ada waktu, kami berusaha untuk lebih dekat dengan konstituen. InsyaAllah aspirasi yang masuk akan kami perjuangkan agar benar-benar terealisasi." Jelas Abdul Kharis.

Sementara itu, masyarakat Desa Gunungsari sangat antusias terhadap kunjungan tersebut. Beberapa warga menyampaikan aspirasinya diantaranya agar dapat memperjuangkan beasiswa agar anak-anak mereka mendapat pendidikan yang layak. Selain itu, warga Desa Gunungsari berharap agar pemerintah lebih memperhatikan usaha mikro kecil yang ada di desa tersebut yaitu industri kerajinan anyaman bambu agar dapat dikembangkan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup warga Desa Gunugsari. (HSM)

17 Februari 2016

Darurat Ketimpangan Ekonomi | Presiden PKS M. Sohibul Iman


Oleh: MOHAMAD SOHIBUL IMAN
PRESIDEN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
Dimuat di harian Kompas, Selasa, 16 Februari 2016

Di suatu pagi tahun 1921, Sukarno muda-yang saat itu masih kuliah-tiba-tiba ingin berkeliling naik sepeda menyusuri daerah selatan Kota Bandung. Dalam perjalanannya, Proklamator itu bertemu dengan seorang petani.
Terjadilah dialog antara keduanya, seperti tertuang dalam bukuBung Karno Penyambung Lidah Rakyat-nya Cindy Adams.
"Siapa pemilik tanah ini?" tanya Bung Karno. "Saya Tuan," jawab petani. "Apakah kau miliki ini bersama-sama dengan orang lain?" "Tidak Tuan. Saya memilikinya sendiri." "Apakah kau membelinya?" "Tidak Tuan, saya dapatkan dari warisan orang- tua." "Hasil pertanianmu untuk siapa?" "Untuk saya Tuan."
"Apakah cukup untuk kebutuhanmu?" Dengan mengangkat bahu sebagai tanda kecewa, sang petani menjawab, "Bagaimana mungkin sawah yang begini sempit lahannya bisa mencukupi kebutuhan istri dan empat orang anak?" Di akhir dialog, Bung Karno menanyakan siapa namanya, kemudian dijawab, "Marhaen!" Sejak saat itulah Bung Karno menjadikan Marhaenisme sebagai ideologi perjuangannya.
Cerita tentang Marhaen ternyata masih relevan dengan kondisi kekinian. Jika saja Bung Karno masih hidup, mungkin wajahnya murung meratapi nasib rakyatnya yang masih dalam kubangan kemiskinan meski sudah 70 tahun merdeka. Yang cukup menyedihkan, ketimpangan ekonomi justru kian menjadi-jadi.
Coba kita lihat bagaimana indeks ketimpangan distribusi pendapatan melaju pesat. Di tahun 2000, rasio gini kita masih di angka 0,30, tetapi pada 2014 sudah menembus 0,41. Di daerah perkotaan, rasio gini bahkan mencapai 0,47. Secara khusus Bank Dunia pada 2015 mencatat laju peningkatan ketimpangan ekonomi di Indonesia termasuk paling tinggi di Asia Timur.
Dalam hal distribusi aset lebih memprihatinkan. Rasio gini penguasaan lahan mencapai angka 0,72. Angka ini lebih tinggi daripada rasio gini pendapatan. Badan Pertanahan Nasional bahkan mencatat, 56 persen aset berupa tanah, properti, dan perkebunan hanya dikuasai oleh sekitar 0,2 persen penduduk. Ironis!
Agenda nasional
Mengatasi darurat ketimpangan ekonomi harus jadi agenda nasional. Pemerintah dan seluruh elite negeri ini tidak boleh menutup mata. Ketimpangan ekonomi yang kronis akan jadi faktor pendorong revolusi sosial, politik, dan krisis ekonomi.
Kita harus belajar dari krisis Musim Semi Arab di Timur Tengah dan krisis keuangan global 2008. Kedua peristiwa itu contoh gagalnya negara-negara mengatasi ketimpangan ekonomi.
Ketimpangan ekonomi juga pemicu meledaknya krisis keuangan global terburuk dalam sejarah perekonomian dunia pasca depresi besar 1930. Adalah Raghuram Rajan dari Universitas Chicago dan mantan Kepala Ekonom IMF yang pertama kali mengutarakan analisis tajamnya bahwa krisis keuangan global 2008 dipicu tingginya ketimpangan ekonomi di AS. Ketimpangan ini mendorong Pemerintah AS bersama Kongres, Bank Sentral AS, lembaga rating, dan bankir investasi secara gegabah berbondong-bondong menawarkan skema investasi properti berupa subprime mortgage, yang ternyata jadi bom waktu jatuhnya pasar keuangan AS dan negara maju lainnya.
Senada dengan Rajan, Joseph Stiglitz, ekonom peraih Nobel Ekonomi dari Universitas Columbia, menggarisbawahi bahwa ketimpangan ekonomi tak hanya merusak sistem keuangan AS dan negara maju, juga melumpuhkan institusi-institusi demokrasi, seperti partai politik, legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Darurat ketimpangan ekonomi menyebabkan demokrasi dibajak oleh kaum oligarki. Mereka akan membuat kebijakan yang hanya menguntungkan dan melanggengkan kekuasaan serta kepentingan ekonomi mereka dan kroni-kroninya. Selain itu, tingginya ketimpangan ekonomi akan menyebabkan masyarakat mengalami ketidakpercayaan baik secara vertikal maupun horizontal. Ada kecemburuan antarsesama dan kemarahan kepada elitenya karena telah menyuguhkan dunia yang timpang. Di saat yang sama, masyarakat yang terbelah akan mengancam kohesi sosial dan menghancurkan sendi-sendi bangunan kepercayaan sebuah negara-bangsa. Sebab, darurat ketimpangan akan menciptakan darurat rasa ketidakadilan.
Transformasi struktural
Ketimpangan ekonomi yang terjadi di republik ini adalah masalah struktural. Ini buah dari kebijakan negara yang salah arah. Perlu ada transformasi struktural untuk memperbaikinya.
Transformasi struktural adalah kebijakan keberpihakan dari negara untuk menciptakan struktur perekonomian yang memberikan rasa keadilan dan kesetaraan. Keadilan dan kesetaraan tersebut tecermin dari empat hal: distribusi pendapatan, kekayaan/aset, kesempatan, dan kewilayahan yang berkeadilan.
Siapa yang harus memulai terlebih dulu? Pemerintah!
Kebijakan redistribusi aset seperti reforma agraria harus tegas memihak kepentingan publik, terutama kalangan rumah tangga petani yang termarjinalkan. Pemerintah harus berani memberikan batasan penguasaan aset dan sumber daya perekonomian nasional. Sangat tidak bijak jika para pemodal mengeksploitasi aset-aset republik ini demi mengejar pertumbuhan ekonomi yang semu. Tidak ada guna pertumbuhan yang tinggi jika yang menikmati kue perekonomian nasional hanya kalangan the haves dan meninggalkan kelompok the have nots.
Dari sisi kebijakan industrial, pemerintah harus menyadari bahwa kita telah mengalami deindustrialisasi prematur. Struktur ekonomi terlalu cepat masuk sektor non-tradable atau jasa. Sementara struktur industri manufaktur kita mengalami penurunan baik secara produktivitas, daya saing maupun nilai tambah. Perlu ada upaya melakukan pendalaman struktur industri kita. Indonesia sudah saatnya jadi pusat mata rantai ekonomi global.
Dari sisi kebijakan fiskal dan moneter, harus dibuat semacam big push policy yang bisa menggerakkan sektor-sektor informal produktif dari masyarakat menengah-bawah agar terakselerasi kemampuannya dan bisa naik kelas. Desain sistem insentif lembaga keuangan harus berpihak pada mayoritas masyarakat menengah-bawah yang justru kurang tersentuh. Sekitar 60 persen masyarakat kita bekerja di sektor informal. Karena itu, transformasi struktural harus mampu mengubah informalitas ekonomi jadi formalitas ekonomi. Pemerintah harus lebih mengutamakan investasi pada sisi intangible asset dibandingkan tangible asset. Kebijakan anggaran pemerintah harus berorientasi pembangunan jangka panjang dengan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Transformasi struktural juga harus bisa mengubah perekonomian berbiaya mahal jadi efisien. Dengan begitu, negara akan mampu menciptakan ekosistem perekonomian nasional yang bisa menciptakan daya inovasi dan melahirkan apa yang disebut grassroots innovator.
Transformasi struktural juga diharapkan mampu membangun perekonomian yang tidak hanya di kota, tetapi juga mampu menstimulus pertumbuhan dari pinggiran, seperti daerah pedesaan dan sumber daya maritim kita.
Penulis yakin, kepemimpinan yang tegas dengan visi yang jelas akan mampu mendobrak kusutnya darurat ketimpangan ekonomi ini. Dibutuhkan nyali yang kuat dan nurani yang bersih untuk menjalaninya.

13 Februari 2016

Membangun Peran Politik Perempuan PKS di Boyolali, Mungkinkah?


Oleh: Puji Rohyati
(Sekretaris Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPD PKS Boyolali)

Politik dan Perempuan
            Kalau kita bertanya kepada masyarakat tentang politik maka jawabannya, politik adalah kejam, politik adalah mahal dan politik adalah pertarungan sengit. Mungkin itulah gambaran yang ditampilkan oleh perpolitikan kita saat ini. Politik ibarat pertarungan bebas tanpa aturan. Yang kuat yang menang yang lemah akan kalah. Bahkan dalam satu partai politikpun saling jegal. Hal ini muncul ketika pemilihan DPR/DPRD melalui suara terbanyak. Politik sangat cair dan kurang substantif. Dalam pertarungan politik yang bebas membuat peran politik perempuan terpinggirkan. Hal ini wajar mengingat doktrin di masyarakat tentang perempuan. Perempuan dianggap menjadi pelengkap dan “konco wingking”. Politik yang dalam makna sempit diartikan sebagai kekuasaan dan kepemimpinan semakin meminggirkan perempuan. “Laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan”, Larangan memilih pemimpin perempuan”,  semakin meminggirkan peran perempuan dalam politik.
            Kemudian muncullah “afirmatif action” yang memberikan syarat kepada partai politik untuk mengakomodasi perempuan. Proses itu tertuang dalam paket undang-undang politik di Indonesia. Dalam pencalonan Anggota Legislatif wajib mengakomodasi 30% perempuan. Dalam kepengurusan partai politik wajib mencantumkan 30% pengurus adalah perempuan. Namun kondisi tersebut sampai saat ini belum mampu membangun peran politik perempuan yang lebih besar.

Memberi arti politik
            Politik sering diberikan arti sempit. Politik dimaknai hanya kekuasaan saja. Bahkan doktri politik orde baru memberikan “demarkasi” yang kuat antara politik dan agama (baca: Islam). Ungkapan tidak usah mencampurkan urusan politik dan agama. Bahkan Ungkapan “Islam Yes, Partai Islam No” sangat terkenal pada waktu itu.
            Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh. Islam sebagai agama memberikan pemaknaan yang berbeda tentang politik. Politik adalah semua yang berurusan dengan kepentngan umat. Untuk itulah islam berbicara mengenai politik Negara. Bahkan Islam dan politik merupakan suatu yang “inheren”. Beberapa pendapat pakar politik barat mengakui, diantaranya Dr. V. Fitzgerald “Islam bukanlah semata agama namun juga sistem politik; Prof C.A Nalino “ Muhamad telah membangun dalam waktu bersamaan agama dan negara”.
            Bagaimana legitimasi syar’i tentang politik?, beberapa ayat menyebutkan tentang peran manusia untuk melaksanakan perintah Alloh SWT secara sempurna. Manusia merupakan hamba Alloh yang memiliki kewajiban menaati hukum Alloh. Peran manusia sebagai Kholifatul Fil Ard. Peran-peran tersebut akan sempurna apabila peran politik Islam dijalankan. Untuk itulah menjalankan peran politik merupakan bagian yang inheren dan wajib dalam pribadi seorang muslim
            Bahkan sekarang berkembang terminologi politik dakwah. Salah satu jalan dakwah yang diperankan adalah melalui politik. Pandangan politik dakwah menyebutkan bahwa politik merupakan salah satu wasilah dakwah. Politik dakwah terbuka luas diera demokrasi. Peran aktivis dakwah bukan hanya di lembaga sosial, yayasan, takmir masjid, organisasi massa namun juga mengisi wilayah kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif. Banyak aktifis dakwah yang menjadi pejabat pusat maupun daerah dan anggota legislatif. Melalui perannya tersebut mereka menjalankan politik dakwah.

Contoh Peran Politik Perempuan
Mengingat politik merupakan bagian yang inheren dalam pribadi muslim, maka peran politik perempuan harus senantiasa kita bangun. Banyak peran politik yang bisa dimainkan oleh perempuan. Khotijah R.A istri Rasululloh SAW memainkan peran politik yang strategis pada masa awal dakwah Rosul. Beliau menjadi pendorong, penyandang dana utama dan perlindungan ketika perlawanan kaum kafir Quraisy terhadap Islam begitu hebat.
Asma binti Abu Bakar memainkan peran politik penting dalam misi penyelamatan dakwah islam melalui hijrah. Beliau menjadi pensuplai akomodasi dan logistikbagi perjalanan Rasul dan sahabatnya Abu Bakar.
Dalam konteks kekinian dunia mencatat Zaenab Al Ghazali ketua Jamiah Muslimat Mesir. Beliau memainkan peran dan pengaruh politik yang kuat sehingga ditangkap dan dipenjara oleh penguasa diktator mesir.
Di Indonesia kita bisa bekaca dari peran politik perempuan dalam parlemen Indonesia (DPR). Almarhumah Ustazah Yoyoh Yusroh memberikan warna politik yang luar biasa terhadap DPR RI. Peran beliau dalam menggolkan Undang-Undang Anti Pornografi dan Porno Aksi mencuri perhatian publik. Peran politik internasional pun dimainkan beliau dalam membela perjuangan rakyat palestina. Beliau tercatat sebagai salah satu ketua perkumpulan anggota parlemen perempuan dunia. Tokoh politik dipentas nasional juga bisa kita lihat pada diri Ustadzah Ledia Hanifa. Anggota DPR-RI yang juga merupakan salah satu ketua Bidang Petani Pekerja dan Nelayan di DPP PKS.
Ditingkat DPRD Propinsi Jawa Tengah pernah mencatat Ustadzah Aisyah yang menjadi wakil rakyat di DPRD Jawa tengah.

Bagaimana Perempuan PKS Boyolali
            Di Kabupaten Boyolali sampai saat ini belum muncul tokoh politik perempuan dari kalangan kader PKS yang mampu mewarnai perpolitikan di tingkat Kabupaten. Beberapa kali pemilu caleg perempuan dari PKS gagal menempatkan diri sebagai wakil rakyat.Kader perempuan PKS gagal melahirkan tokoh perempuan yang dikenal publik dan memiliki basis ketokohan yang kuat. Hal ini menjadi pekerjaan rumah buat kader perempuan PKS di Boyolali dalam membangun peran politiknya. Beberapa langkah penguatan peran politik perempuan PKS diantaranya :
1.    Peningkatan kapasitas dan SDM kader perempuan PKS.
Sulitnya menemukan tokoh kader perempuan PKS yang dikenal publik dan membasis terjadi karenafaktor keterbatasan kapasitas dan SDM. Peran perempuan sebagai mubalighoh, tokoh LSM perempuan, tokoh organisasi massa perlu dibangun. Program-program peningkatan kapasitas perempuan perlu dirancang untuk meningkatkan kapsitas dalam meningkatkan peran di publik dan basis sosial masyarakat.
2.    Menciptakan ruang dan wadah bagi kader perempuan PKS.
Kewajiban partai politik untuk mengakomodasi 30% perempuan bukan hanya seremoni saja. Namun benar-benar diwujudkan sebagai upaya peningkatan peran politik perempuan. Penulis merasa prihatin bahwa posisi perempuan dalam kepengurusan DPD PKS Boyolali tidak ada yang ditempatkan dalam posisi sebagai ketua bidang ataupun biro. Perempuan hanya mengisi di Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga yang notabene adalah tupoksi tentang perempuan. Posisi diluar itu hanya dibidang kaderisasi saja yang menempatkan perempuan pada posisi staf saja. Perlu kiranya PKS Boyolali meninjau kembali kepengurusannya untuk menempatkan perempuan pada porsi yang lebih besar pada posisi ketua bidang atau ketua biro. Hal ini akan membuat ruang lebih terbuka bagi perempua PKS untuk berkiprah.
3.    Memotivasi dan mendorong peran publik perempuan PKS.
Diperlukan peran dari semua stakenholder terkait untuk memotivasi peran publik perempuan PKS. Kondisi sosial lingkungan diciptakan untuk mendukung peran politik perempuan PKS. Rumah tangga, lingkungan dan kepengurusan PKS harus mampu menjadi daya ungkit bagi peran politik perempuan PKS.

Menjadi tugas dan tanggung jawab yang besar bagi Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPD PKS Boyolali yang merepresentasikan kepentingan perempuan PKS. Untuk itulah perlu kesadaran bersama untuk membangun peran politik perempuan PKS yang lebih besar. Selamat Bekerja dan Selamat Rakorda Pengurus DPD PKS Boyolali.

10 Februari 2016

Tenaga Honorer Tidak Kunjung Diangkat, Fraksi PKS Pertanyakan Kinerja Menteri Yuddy


Jakarta (9/2) -- Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mempertanyakan kinerja Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi (Kemenpan-RB) yang tidak kunjung mengangkat 
Tenaga Honorer menjadi PNS. Jazuli menduga ada oknum yang bermain di dalam Kemenpan-RB dan pemerintahan daerah dalam proses rekomendasi PNS tersebut.
“Harusnya Menpan itu menata pegawai negeri, bukan lainnya. Itu saja tugasnya. Salah satu tugasnya mengangkat guru honorer, hanya itu saja. Harusnya itu bisa diselesaikan,” ungkap Jazuli saat menerima aspirasi dari Forum Honorer Indonesia (FHI) di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Selasa (9/2).
Diketahui, dalam rangka Hari Aspirasi yang diselenggarakan setiap Hari Selasa, Fraksi PKS DPR RI hari ini enam orang perwakilan dari pengurus FHI untuk memperjuangkan status mereka sebagai tenaga honorer. Ketua FHI Hasbi menjelaskan hingga saat ini pemerintah beralasan tidak memiliki anggaran dan payung hukum untuk mengangkat tenaga honorer tersebut.
“Kalau pemerintah pusat tidak bisa, bisa juga pemerintah daerah bantu selesaikan. Pemerintah daerah juga harus kreatif membuatkan peraturan daerah untuk mengalokasikan APBD bagi guru honorer. Pemda tinggal membuatkan, secara administrasi datanya sudah ada di Kemenpan RB,” ungkap Hasbi kepada Jazuli.
Atas aspirasi ini, Jazuli telah menugaskan empat orang Anggota Komisi II dari Fraksi PKS untuk menyampaikan saat Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi. “Cara kedua, kami bisa mengirim surat atas nama Fraksi PKS, kepada Menteri dan kepala daerah terkait,” ungkap Legislator PKS dari dapil Banten III.
Audiensi ini juga dihadiri oleh Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Hadi Mulyadi dan ditutup dengan penyerahan nama-nama tenaga honorer yang tergabung dalam organisasi FHI untuk dibawa saat raker dengan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi.
Keterangan Foto: Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Jazuli Juwaini bersama Pengurus Forum Honorer Indonesia (FHI)

9 Februari 2016

[Opini] Meneropong Arah Politik PKS Pasca Pilkada Boyolali 2015


Oleh: Puji Rohyati 
          Sekretaris Bidang Perempuan & Ketahanan Keluarga DPD PKS Boyolali

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Boyolali yang berlangsung tanggal 9 Desember 2015, kembali menempatkan dominasi dan hegemoni politik PDIP di Boyolali. Calon yang diusung PDIP yaitu Seno Samodro dan Moh. Said Hidayat yang merupakan pasangan incumbent memenangkan pilkada secara meyakinkan atas pasangan Agus Purmanto dan Sugiyarto yang diusung partai politik gabungan diluar PDIP. Pasangan Seno Samodro dan Said Hidayat memperoleh 67%, sedangkan pasangan Agus Purmanto dan Sugiyarto memperoleh 33%. Angka kemenangan tersebut menunjukkan bahwa kekuatan politik PDIP masih dominan. Terlepas dari intrik-intrik dan pelanggaran yang terjadi dalam pilkada, harus diakui bahwa PDIP memenangkan PIlkada dengan sangat meyakinkan.

Intrik Politik
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Boyolali diwarnai dengan intrik dan gesekan politik yang sangat tajam. Hal ini dimulai setelah keluarnya rekomendasi dari PDIP untuk mencalonkan Seno-Said. Rekomendasi PDIP yang mengusung kader PDIP menunjukkan percaya diri yang tinggi. Dengan kata lain PDIP tidak memerlukan dukungan dari partai lain. Pandangan ini sangatlah wajar mengingat PDIP menguasai kursi DPRD sebanyak 25 kursi dari 45 Kursi. Hal ini membuat partai diluar PDIP mengkonsolidasikan diri untuk mengusung Paslon melawan PDIP melalui Koalisi Boyolali Bangkit (KBB). Awalnya semua partai diluar PDIP bergabung dengan KBB. Gerindra, Golkar, PKB, PAN, PKS, PPP. Namun seiring dengan penetapan Agus-Sugiyarto terjadi intrik di tubuh PKB dan PAN. Rekomendasi PKB dan PAN yang turun ke Agus-Sugiyarto tidak ditaati oleh pengurus Kabupaten sehingga menyebabkan diberhentikannya Ketua DPD PKB dan DPD PAN oleh struktur diatasnya. Intrik ini mengawali panasnya pertarungan politik dalam pilkada Boyolali

Intrik politik yang kedua adalah Mobilisasi PNS dan Kepala Desa untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya pertemuan perkumpulan PNS yang dihadiri oleh salah satu calon. Insiden mobilisasi PNS juga terlihat dari beberapa kasus pelanggaran pidana pemilu yaitu pelanggaran netralitas PNS. Kasus Kepala Desa Bendo Nogosari, Camat Nogosari, pemukulan Camat Andong menunjukkan betapa intrik mobilisasi PNS dan Kepala Desa sangat jelas terjadi.


Pasca Pilkada
Intrik politik ketika Pilkada membuat segmentasi politik di Boyolali terjadi antara partai pendukung kedua pasangan calon. Namun politik di Indonesia pada umumnya sangatlah cair. Cairnya perpolitikan di Indonesia bisa dilihat pada pentas politik nasional. Koalisi Merah Putih vs Koalisi Indonesia Hebat berangsur angsur mulai berubah dan cair. Banyak partai anggota KMP berubah haluan merapat ke KIH mendukung pemerintah. Display politik terakhir menyisakan PKS dan Gerindra di KMP. Demikian juga di Boyolali. Sikap partai politik akan terfragmentasi dalam dua sikap yaitu merapat ke pemerintah atau mengambil jarak dengan pemerintah. 

Merapat kepemerintah berarti partai tersebut menjadi pendukung pemerintah dengan segala kebijakannya dan berada di bawah hegemoni PDIP. Sikap politik ini memiliki kelebihan yaitu dengan menempatkan diri di bawah hegemoni PDIP maka jaminan ekonomi dan politik akan lebih mudah. Partai akan mendapatkan jatah kue kekuasaan melalui akses program pemerintah melalui SKPD dan aspirasi. Partai politik tersebut juga akan memiliki pengaruh terhadap jalannya pemerintahan walaupun bisa dipastikan sangat kecil. Hal ini mengingat kuatnya cengkraman PDIP. Kelemahan sikap tersebut adalah menempatkan partai di bawah hegemoni dan subordinat PDIP dalam kekuasaan. Hal ini membuat independensi partai akan tergerus. 

Sedangkan partai yang menjaga jarak dengan pemerintah maka dia akan memiliki sikap kritis dan independen. Partai tersebut mampu memposisikan face to face dengan PDIP. Partai tersebut akan menjadi simbol perlawanan terhadap kekuasaan di bawah PDIP. Namun resiko politiknya adalah hilangnya akses ekonomi politik. Basis politik partai tersebut juga beresiko tergerus oleh partai penguasa melalui berbagai cara dan intrik, baik melalui pemerintahan yaitu SKPD maupun pemerintah desa.

Posisi PKS
Berkaca pada periode 2010-2015 sikap partai politik juga terfragmentasi dalam dua sikap yaitu mendukung kekuasaan atau menjaga jarak kekuasaan. Partai yang mendukung kekuasaan adalah Partai Demokrat, PAN, PKB; Sedangkan partai yang menjaga jarak kekuasaan adalah PKS dan Gerindra. Namun hasil pemilu 2014 justru menunjukkan bahwa partai yang mendukung kekuasaan dibawah hegemoni PDIP tergerus oleh PDIP. Perolehan kursi PAN yang semula 5 kursi menjadi 3 kursi, PKB yang dulunya 3 kursi menjadi 1 kursi sedangkan yang paling tragis Demokrat yang dulunya 6 kursi menjadi 1 kursi. Di sisi lain PKS dan gerindra yang menempatkan diri menjaga jarak kekuasaan memperoleh kursi yang baik. PKS tetap dengan 4 kursi sedangkan Gerindra dari 0 kursi menjadi 4 kursi. Sikap politik dan kalkulasi politik saat ini juga akan menentukan hasil pemilu 2019. Dengan berbagai pertimbangan tersebut maka sebaiknya PKS mengambil sikap politik menjaga jarak dengan kekuasaan. Tentunya hal ini dengan melakukan penguatan posisi diantaranya:
  1. Menempatkan PKS sebagai simbol perlawanan terhadap hegemoni PDIP. Suara pasangan Agus Sugiyarto yang mencapai 33% merupakan basic market suara perlawanan. Apabila Branding PKS sebagai simbol perlawanan mampu diperkuat maka ceruk suara PKS akan lebih mudah diperoleh. Hal ini berbeda dibanding memperebutkan suara pendukung kekuasaan yang mencapai 67% dengan menjadi pendukung kekuasaan. Angka 67% merupakan angka yang besar namun sangat kuat dengan hegemoni PDIP sehingga sangat sulit menggeser dukungan. Akan sangat mudah bagi PKS mendapatkan ceruk suara dari 33% dukungan Agus Sugiyarto apabila PKS mampu menempatkan diri sebagai simbol perlawanan.
  2. Bahwa jalannya kekuasaan di Boyolali ke depan sangatlah dominan dan sulit sekali melakukan kontrol. Kekuasaan yang dominan cenderung absolut dan otoriter. Kekuasaan yang absolut dan otoriter akan cenderung korup dan semen-mena. Hal ini menimbulkan potensi lebih banyak masyarakat yang akan tersakiti oleh kebijakan yang semena-mena dan tidak terkontrol. Hal ini merupakan potensial voter bagi partai yang berseberangan dengan kekuasaan.
  3. Lemahnya kontrol ektra parlementer. Disaat LSM, Ormas, Organisasi diluar legislative (DPRD) mandul dalam mengkontrol kebijakan kekuasaan maka menjadi tugas mulia dalam demokrasi untuk menempatkan PKS sebaga kanal kontrol kekuasaan. Kemampuan PKS yang solid dan lihai dalam berpolitik memungkinkan PKS mengkonsolidasikan diri dengan gerakan ekstra parlementer untuk melakukan kontrol kekuasaan
PKS perlu kiranya mengambil sikap politik yang jelas. Tulisan ini hanyalah ijtihad pribadi sebagai pengurus PKS selanjutnya sikap politik PKS diserahkan pada mekanisme di internal PKS. Selamat menjalankan Rakorda DPD PKS periode 2015-2020. (HSM)

2 Februari 2016

Ribuan Truk Pasir Melintas, Jalur SSB Terancam Rusak Lagi

Boyolali — Maraknya truk pasir yang melintas di jalur wisata Solo-Selo-Borobudur (SSB), dikhawatirkan akan mengancam ketahanan jalur yang belum lama dibangun tersebut. Tepatnya di KM 38.900 sampai KM 42.770 di Desa Genting, Cepogo. Bina Marga Provinsi Jateng meminta dinas terkait untuk segera menindak truk-truk pasir yang jumlahnya ribuan dan tiap hari melintasi jalur SSB.
“Jalan SSB ini bisa untuk 10 tahun kedepan, tapi kalau tiap hari dilalui ribuan truk pasir, yang tidak akan sampai 10 tahun sudah hancur,” kata Pengawas Jalan SSB Bina Marga Jateng, Sumarwan, Senin (1/2).
Dia menjelaskan, truk-truk pasir tersebut beroperasi selama 24 jam. Sekali jalan bisa beriringan lima truk sekaligus. Bahkan bila malam hari, jumlahnya justru bertambah bisa menjadi 30-an truk pasir. Truk-truk pasir tersebut keluar dari berbagai lokasi penambangan pasir ilegal di Selo. Mereka tidak hanya dari Boyolali, namun banyak yang berasal dari luar Boyolali.
“Penambangan di Klaten berhenti, sekarang pada beralih ke Selo,” tambah Sumarwan.
Imbas dari beroperasinya truk-truk pasir sudah mulai terlihat dengan kerusakan parah pada jalur SSB tepatnya di wilayah Desa Selo dan Desa Samiran. Tahun ini Bina Marga Jateng mengalokasikan kembali anggaran senilai Rp18 Miliar untuk melanjutkan perbaikan jalur SSB di KM 42 hingga KM 45.
“Jangan sampai jalan yang dibangun dengan anggaran miliaran bisa rusak karena truk pasir yang melintas seenaknya,” imbuhnya.
Sumber: timlo.net

Habib Salim: Seorang Pemimpin adalah Pelayan


Semarang (31/1) -- Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Salim Segaf Al-Jufrie menegaskan jatidiri kader PKS yang harus senantiasa berkhidmat untuk umat. Bahkan dalam posisi sebagai pemimpin pun adalah dalam rangka berkhidmat.
"Rasulullah berpesan pemimpin sejati adalah yang sanggup melayani rakyatnya," tandasnya saat memberikan sambutan di Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) PKS Jawa Tengah (Jateng) di Hotel Grasia Semarang, Minggu (31/1/2016).
Menurutnya seorang pemimpin harus mampu melihat dan merasakan kesulitan rakyat yang dipimpinnya. Dengan demikian hatinya akan terpanggil untuk senantiasa melayani dan menyelamatkan rakyat dari jurang keterpurukan.
"Seorang pemimpin yang baik akan menjadikan dirinya teladan bagi siapa pun untuk melakukan hal yang sama, yaitu melayani kebutuhan rakyat," terangnya.
Selain berkhidmat, Habib Salim juga menekankan pentingnya harmoni ditengah umat. Ia menghimbau kepada seluruh kader PKS untuk menjaga adab dan akhlak ditengah masyarakat. "Jangan sampai masyarakat takut dan memandang curiga kiprah dan karya PKS. Perlu kita tegaskan kepada masyarakat bahwa PKS bukan ancaman bagi mereka," tandasnya.
Sumber: pks.id

1 Februari 2016

Inilah Taujih Ketua MS PKS dalam Rakorwil PKS Jateng


Semarang (31/1) - DPW PKS Jateng menggelar Rakerwil di Hotel Grasia Semarang. Dihadiri oleh pengurus DPW PKS Jateng dan pengurus DPD PKS Se-Jawa Tengah. Agenda membahas tentang program kerja strategis seluruh bidang untuk masa kerja setahun mendatang.
Secara khusus, KH Kamal Fauzi dalam sambutannya menyampaikan selamat milad NU yang ke 90. “Kader PKS berasal dari banyak kalangan, termasuk dari NU dan Muhammadiyah. Karena itulah seluruh kader harus berkiprah dan memberikan suasana yg kondusif dan konstruktif. Meskipun hanya sebagai jama’ah masjidnya saja alias tidak memiliki posisi apa-apa” jelas KH Kamal Fauzi, selaku ketua DPW PKS Jateng.
Dalam taujihatnya, Habib Salim Segaf Al Jufri selaku ketua Majelis Syuro PKS menegaskan tentang jatidiri kader PKS, yang harus berkhidmat kepada ummat. “Bahkan dalam posisi sebagai pemimpin pun, adalah dalam rangka berkhidmat. Karena rasulullah berpesan “Sayyidul Qaumi Khadimuhum” paparnya tegas.
Habib Salim Segaf Al Jufri juga menekankan pentingnya ukhuwah dalam perjuangan. “Menggunjing orang lain saja tidak diperkenankan. Terlebih menggunjing saudara sesama rekan perjuangan. Kita harus banyak berlapang dada agar ukhuwah tetap terjalin erat” tuturnya lirih.
Beliau juga menekankan tentang pentingnya menjalin harmoni ditengah umat. “Jangan sampai masyarakat takut dan memandang curiga atas kiprah dan karya PKS. PKS bukan ancaman bagi siapapun, itulah yg perlu kita tegaskan kepada masyarakat” jelasnya bersemangat.
Beliau juga berpesan agar para kader semakin mentradisikan syura dalam setiap kondisi. “Mekanisme syura memastikan pikiran - pikiran hebat bisa terakomodir dan dipahami oleh semua peserta. Lebih dari itu, semua pihak harus berkomitmen untuk melaksanakan hasil syura” katanya tegas.
Beliau juga menekankan tentang loyalitas kader dakwah. “Pada masa awal, kita biasanya cenderung loyal kepada personal (murobbi, ustadz, kyai dll). Tapi pada fase selanjutnya, loyalitas harus diberikan kepada gerbong dakwahnya” ungkapnya bersahaja.
Beliau juga menekankan tentang kesyukuran dan keikhlasan dalam berjuang. “Kita ingin akhir hidup kita sebagaimana para syuhada. Yaitu kematian dengan menyungging senyuman, sebagai tanda husnul khatimah” tegasnya lembut.
Beliau juga menekankan tentang kemenangan sejati dalam dakwah. “Kemenangan maupun kekalahan dalam kontestasi pilkada hanyalah pada angka - angka. Namun kemenangan sejati adalah pada masalah ruhiah dan ibadah. Inilah hakikat kemenangan yg harus dimiliki oleh kader - kader dakwah” ungkapnya lirih.
Hal yg menarik, saat Habib Salim Segaf Al Jufri naik panggung, diiringi dengan shalawat sebagaimana tradisi para kyai yang akan menyampaikan tabligh akbar.
Narator : Eko Jun
Photografer : Widodo Indifa/ RPF Jateng

PKS Komitmen Nguri-uri Karakter Njawani


Semarang (31/1) -- Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Jawa Tengah (Jateng) KH Kamal Fauzi menekankan seluruh kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng untuk lebih menerapkan nilai-nilai jawa dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu disampaikan disela-sela Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) PKS Jateng di Hotel Grasia Semarang, Ahad (31/1/2016).
"Nilai njawani harus menjadi karakter kader PKS di Jateng. Selama ini ada anggapan bahwa PKS itu seragam dari pusat hingga daerah, padahal tidak seperti itu," ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Ma'ahid Kudus itu.
Menurutnya ada beberapa nilai luhur jawa yang kemudian menjadi sangat identik dengan perjuangan PKS. Diantaranya adalah nilai kebersamaan (gotong royong) dan rendah hati (andhap asor).

"Kader PKS juga harus memperhatikan unsur-unsur lingkungan masyarakat yang ada. Setiap ide-ide kebaikan, maka itu untuk kebaikan bersama tanpa harus mengganggu keseimbangan yang ada," lanjutnya.
Kamal menambahkan selain memiliki jiwa njawani, kader PKS juga harus peka melihat kondisi dan permasalahan masyarakat di sekitarnya. Ia menekankan bahwa jatidiri kader PKS adalah untuk berkhidmat untuk ummat. Prinsip berkhidmat untuk ummat ini menuntut kader untuk berlomba-lomba memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk ummat, almubadaratu bil khoirat.
"Seluruh kader harus berkiprah dan memberikan suasana yang kondusif serta konstruktif di masyarakat. Meskipun di strata sosial masyarakat dirinya tidak memiliki posisi apa-apa," terangnya.
Rakorwil merupakan agenda penajaman program-program PKS Jateng yang dihadiri oleh seluruh perwakilan Dewan Pengurus Daerah (DPD) PKS di Jateng. Ada empat fokus pembahasan Rakorwil PKS Jateng, diantaranya pengelolaan partai dan kehumasan, pendidikan politik, fokus ketahanan keluarga, pelayanan dan advokasi, dan agenda politik PKS ke depan.
Keterangan Foto: Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Jawa Tengah (Jateng) KH Kamal Fauzi