15 Maret 2016

Untaian Nasihat Mbah Parno


Karanganyar - Pagi yang cerah seiring dengan naiknya sang surya di Tawangmangu yang terletak di Lereng Gunung Lawu. Aku berjalan menyusuri keramaian Pasar Wisata Tawangmangu. Hawa dingin khas pegunungan masih terasa membelai kulit. Terlihat sosok yang menarik perhatianku. Sosok lelaki tua yang tertatih-tatih mendorong gerobak berisi jeriken-jeriken air.


Aku menghampiri sosok lelaki tua tersebut. "Sugeng enjang mbah (selamat pagi mbah)."Sapaku dalam Bahasa Jawa Kromo Inggil. Dengan napas terengah-engah lelaki tua tersebut berhenti dan menoleh kearahku. Terlihat kulit keriput tua tergambar jelas di wajah Beliau. Dengan berkata lirih beliau menjawab "Wonten nopo nak (ada apa nak)?" Jawabnya. "Nak" sebutan yang terasa indah seperti bicara kepada cucunya sendiri. Sosok lelaki tua tersebut adalah Mbah Parno.

Selanjutnya kami bercakap santai. Mbah Parno berusia 69 tahun. Mbah Parno penjual air keliling. Dengan usia yang terbilang sudah tua, beliau berkeliling pasar menjual air dengan gerobaknya. Aku mencoba mengangkat jeriken air yang dibawa Mbah Parno. Perkiraanku beratnya 10 kg. Gerobak Mbah Parno beisi 10 jeriken air. Berarti beliau membawa beban 100 kg setiap dorong gerobaknya. Beban yang sangat berat untuk orang seusia Mbah Parno.


Ketika aku bertanya kepada beliau kenapa diusia senja kok masih kerja berat, ternyata Mbah Parno masih menanggung hidup 7 anggota keluarganya. Setiap hari mbah Parno berkeliling mengantar air ke pelanggan. Satu jeriken airnya dihargai 2 ribu rupiah. Sehari Mbah Parno bisa mendapat rata-rata 100 ribu rupiah. Tentunya uang tersebut tidak cukup untuk kebutuhan keluarganya. Namun beliau menyampaikan "InsyallAh cekap, Allah Moho Sugeh, nyuwun mawon dumateng Alloh, (IsnyaAllah cukup, Allah Maha Kaya, minta saja sama Allah)"Nasihat beliau.


Nasihat yang sangat berharga yang aku dapat dari Mbah Parno.


Oleh: A. Fajar F (Relawan Literasi)