Semarang - Mungkin para kader dakwah, aktivis Islam dan para pegiat kajian Islam pernah membaca dan mengkaji sebuah buku yang cukup fenomenal di awal Tahun 2002. Buku itu berjudul Rasmun Bayan Tarbiyah. Buku berjudul Rasmun Bayan Tarbiyah tersebut pada awal – awal Partai dakwah ini, menjadi referensi para kader dakwah untuk melakukan proses pembinaan – pembinaan yang bersifat terus – menerus, bertahap, dan mencapai hasil yang maksimal, yaiti terbentuknya fikrah kader yang kokoh.
Buku Rasmul Bayan Tarbiyah ini adalah buku yang dibuat oleh sosok masayyikh dakwah yang memiliki basic keilmuan di bidang syariah, yaitu Ustadz Jasiman Lc. Ustadz Jasiman yang lahir di Cilacap, 21 Mei 1967 ini menempuh pendidikannya di SDN III Tritih Wetan, Jeruklegi, Cilacap, dan lulus pada tahun 1981. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Jeruklegi Cilacap, dan lulus pada tahun 1984. Pasca SMP, jasiman melanjutkan pendidikannya di SPG Cilacap, dan akhirnya lulus pada tahun 1987. Awal interaksi Jasiman dengan kitab – kitab syariah, dan pada akhirnya bertemu dengan dakwah dan tarbiyah adalah ketika Jasiman menyelesaikan S1 nya di Jurusan Syariah LIPIA Jakarta, dan lulus 1998.
Terbiasa hidup Islami
Jasiman memang semenjak kecil, sudah terbiasa dengan pola – pola kehidupan yang Islami. Walaupun di lahirkan dalam keluarga dan masyarakat abangan sejak kecil, dirinya telah terbiasa dan tumbuh dalam kesejukan Islam, ia menjadi salah satu santri di pengajian Ibu Juriyah, salah satu tokoh muhammadiyah waktu itu.
Setiap malam sejak menjelang maghrib, para santri pengajian ibu Juriyah, baik putra maupun putri sudah berdatangan dan melakanakan pengajian dengan durasi seteah maghrib sampai isya. Dalam pengajian tersebut, Jasiman dan kawan – kawannya dengan metode yang tradisional, diajari hafalan surat – surat pendek, doa, dan praktek sholat. Sampai pada akhirnya, setelah berturut – turut dan bertahap, baru kemudian pengajian tersebut lanjut ke pengajian Al – Qur’an.
Sangat disayangkan pada akhirnya pengajian yang dirintis sang Bu Juriyah pun bubar. Namun demikian, hal tersebut tak menyurutkan niat dan langkah Jasiman untuk menimba ilmu Islam, terkhusus waktu itu Ilmu Qur’an. Jasiman pun pada akhirnya ikut pengajian ke tempat lain dengan mengendarai Sepeda. Kalau sebelumnya ia belajar pengajian metode Muhammadiyah, karena Juriyah adalah Muhammadiyah tulen, Jasiman ikut menngaji di tempat baru bersama santri dan Kiai Nahdlatul Ulama (NU), sampai tamat Sekoalh Dasar (SD). Saat SMP, Jasiman mengikuti pengajian di langgar NU juga dan sudah mulai mengajar adik - adik tingkatan.
Keinginannya untuk belajar Islam, juga berimbas pada aktivitasnya semasa SMA, ia bergabung dan aktid di ormas Muhammadiyah, yaitu sebagai Ketua Remaja Masjid (Remas) Muhammadiyah, dan mulai mengajar santri, sampai akhirnya berdiri madrasah Diniyah. Dan pada saat usia inilah, saat Jasiman begitu aktif di Remas, ia kemudian direkrut di PII, dan ini adalah cikal bakal pertemuannya dengan tarbiyah, yakni tahun 1986.
Menulis Rasmul Bayan, referensi buku kader dakwah
Sebelum dikumpulkan di dituliskan Rasmul Bayan Banyak banyak bernilai tathwir (pengembangan). Di awal tahun 80-an, ketika buku-buku berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama’ harakah islamiyah (pergerakan Islam) masuk secara deras ke negeri ini, dengan cepat dan meluas pula buku-buku ini menjadi referensi atau rujukan bagi aktivitis dakwah. Masyarakat muslim Malaysia dan Indonesia yang umumnya tidak akrab dengan bahasa Arab dan budaya membaca buku-buku teks yang relatif masih rendah, menginspirasikan para muassis dan masyayikh dakwah ini untuk menyusun semacam khulasah (ringkasan) dan kajian analisis dari buku-buku berbahasa Arab dalam format skematik sebagai bahan penyampai materi di berbagai ‘halaqah tarbawiyah’. Inilah yang kemudian popular disebut ‘rasmul bayan’.
Rasmul Bayan Tarbiyah yang ditulis kembali oleh Jasiman ini adalah terjemahan kitab – kitab dari para ulama – ulama, yang kemudian dibuat lebih ringkas, menarik, dan mudah disampaikan dalam konteks pembinaan kader. Dan Jasiman menulis terjemahan rasmul Bayan tarbiyah ini pada tahun 2002, sekaligus menjaid buku wajib apra murobbi ketika itu, untuk membina para kadernya.
Di tangan dan terjemahan yang baik dari Jasiman dan para ulama lainnya yang luas dan dalam ‘ulum syar’inya, rasmul bayan menjadi sesuatu yang hidup, dinamis, mengarahkan dan sekaligus menghujam. Dengan cepat dan mudah pula, mereka mentransfer rasmul bayan itu dalam proses tarbiyah identik dengan panah-memanah dari rasmul bayan itu.
Selain Rasmul Bayan Tarbiyah yang ditulis Jasiman pada tahun 2002, Jasiman juga menuliskan buku Khotbah Jum’at (2003), MLM Syariah, yang kaya makin kaya yang miskin jadi kaya (2010), Manajemen Syahwat (Era Adicitra Intermedia, 2011), Tsaqofah Da’iyah (terjemahan, 1993) diterbitkan oleh LPPDD Khoiru Ummah, Jakarta.Pendidikan Politik (terjemahan, 2001, Era Adicitra Intermedia), Gerakan Islam Modern(terjemahan 2001, Era Adicitra Intermedia), dan yang terakhir adalah Buku Rijalud Daulah (Era Adicitra Intermedia, 2012).
Di Buku terakhirnya yang ia tuliskan awal 2012 lalu, yaitu Rijalud daulah, Jasiman mengupas pentingnya berdakwah dalam ranah politik. Jasiman menjelaskan secara gamblang tentang politik sebagai fitrah manusia, sebagaimana ia adalah tuntutan yang harus dipenuhi sebagai hamba. Jasiman juga menjelaskan dalam buku yang menjadi referensi gerakan para kaum muda aktivis dakwah ini bahwa hal – hal ideal yang dilaukan oleh seorang rijalu daulah itu harus diimplementasikan dalam realitas politik kontemporer.
Dalam buku Rijalud daulah ini, Jasiman yang pakar syariah juga berhasil menyuguhkan sisi konseptual rijalud daulah secara bernas. Di dalamnya diulas tentang karakter dan kecakapan yang harus di penuhi oleh seroang rijalud daulah, dengan kapasitasnya sebagai pejabat publik yang menghajatkan kesalehan sosial dan kedekatan realitas dengan masyarakat
Qiyadhah Dakwah Jateng
Jasiman Lc, selain aktif dan produktif menuliskan buku, ia juga sosok yang sangat familiar sebagai seorang qiyadhah Dakwah Jawa Tengah. Saat ini, bersama Madi Mulyana, Jasiman Lc diamanahi sebagai Ketua Bidang Pembinaan kader Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah untuk periode Tahun 2010 – 2015. Selain BPK DPW, Jasiman juga diamanahi sebagai salah satu anggota Majelis Syuro Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS yang berjumlah total 99 anggota.
Tentunya karena diamanahi sebagai bidang pembinaan kader, berbagai hal yang bersifat konsep, metodologi, dan juga strategi taktis pembinaan kader di Jawa Tengah menjadi tanggung Jawab suami dari Wiwik Sukirah dan 7 orang anaknya ini, bersama sang Wakil Bidang Kaderisasi, Madi Mulyana. Berbagai hal taktis tersebut misalnya tentang masalah bayan DPP, peraturan – peratruan para kader dakwah, sampai dengan hal teknis penyelenggaraan dauroh dan agenda tarbawi, menjadi tanggung jawab tim kaderisasi yang di kelola oleh Jasiman.
Ustadz yang sering mengisi berbagai kajian, ceramah – ceramah keislaman, dan juga menjadi khatib di berbagai masjid di jawa Tengah ini juga merupakan organisatoris tulen, selain aktif di PKS, jasiman juga penjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah Ikatan Dai Indonesia (PD IKADI) Surakarta. Ia juga menjadi pejabat teras di beberapa yayasan di Surakarta, yakni adalah Yayasan Makarima Surakarta (Wakil Ketua Dewan Pembina), dan Yayasan Gria Amal Surakarta sebagai Ketua Umum.
Kini, sang ulama yang juga penulis produktif tersebut terpilih menjadi wakil rakyat untuk daerah pemilihan Cilacap dan Banyumas, semoga tetap amanah menjadi dewan dan selalu aktif menulis.
Sumber: pksjateng.or.id