1 September 2014

Kapan Masa Bertahan Jamaah Dakwah Umat Islam Berakhir?



Oleh: Ahmad Mifdlol Muthohar, Lc.

Luka, memang. Perih, iya. Capek, tidak terhitung. Demikian nyanyian para aktifis dakwah di sepanjang jalan terjal yang mereka lalui. Karenanya, Allah ta’ala senantiasa menghibur mereka dengan hal-hal yang membesarkan hati dan mendewasakan mereka semua dalam banyak ayat. Salah satunya adalah firman Allah ta’ala:

“Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak pantas (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada (mencintai) diri Rasulullah. Yang demikian itu karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, kecuali (semua) itu akan dituliskan bagi mereka sebagai suatu amal kebajikan. Sungguh Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan tidaklah mereka memberikan infak baik yang kecil maupun yang besar dan tidak (pula) melintasi suatu lembah (dalam rangka berjihad), kecuali akan dituliskan bagi mereka (sebagai amal kebajikan), untuk diberi balasan oleh Allah (dengan) yang lebih baik dari pada apa yang telah mereka kerjakan” (QS. At-Taubah: 120-121)

Semenjak eksistensi dakwah dideklarasikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, banyak serangan bertubi-tubi dilancarkan para musuh kepada umat Islam di Madinah. Ada tiga perang besar yang menggoncang eksistensi dakwah saat itu dan umat Islam hanyalah bertahan, demi menguatkan eksistensi sebagai komunitas baru pembawa perubahan, yang membawa risalah dari Allah ta’ala. Tiga perang besar itu adalah perang Badar (Tahun 2 Hijriyah), perang Uhud (Tahun 3 Hijriyah) dan perang Ahzab atau perang Khandaq (Tahun 5 Hijriyah).

Kegagalan umat Islam pada masa perang Uhud menyebabkan para musuh meremehkan mereka. Para musuh beranggapan bahwa kewibawaan jamaah umat Islam telah pudar. Sehingga umat Islam menjadi bulan-bulanan orang-orang kafir dari berbagai macam kelompok. Karenanya, perhatian Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam semenjak perang Uhud hingga perang Khandaq adalah untuk mengembalikan kewibawaan jamaah umat Islam saat itu. Untuk mengembalikan kewibawaan yang sempat jatuh pada perang Uhud ini, Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerlukan waktu selama dua tahun (dari Tahun 3 H hingga 5 H), dengan 9 kasus kontak fisik dengan orang-orang kafir. 9 kasus tersebut adalah kontak fisik yang dipimpin Abu Salmah, kontak fisik pimpinah Abdullah bin Unais, peristiwa Raji’, peristiwa bi’ru ma’unah, perang Bani Nadhir, perang Najd, perang Badar kedua, perang Daumatul Jandal dan diakhiri dengan perang Khandaq.

Perang dalam rangka mengembalikan kewibawaan umat Islam itu diakhiri dengan perang Khandaq, sebagai akhir masa bertahannya jamaah umat Islam. Sebuah pertanda bahwa dengan berbagai macam serangan apapun terhadap jamaah umat Islam, ternyata tidak mempan. Hal itu menjadi memori yang sangat lekat pada diri para musuh Islam, sehingga mereka berpikir ulang untuk melancarkan jenis serangan lain yang dapat memberi pelajaran umat Islam.

Hantaman terakhir dari orang-orang kafir melalui perang Khandaq itu menjadikan mereka kehabisan energi dan tidak mengetahui cara apa lagi yang harus dilancarkan untuk memberangus jamaah umat Islam saat itu. Hal tersebut dikarenakan bahwa perang Khandaq ini merupakan koalisi antara kaum Yahudi, kaum Quraisy, Suku Ghathafan dan perwakilan banyak kabilah Arab dari Jazirah Arab, yang bersatu melawan jamaah umat Islam.

Seandainya suatu jamaah telah melalui masa pukulan dahsyat yang bersumber dari koalisi sebagian besar musuh seperti ini, namun jamaah dakwah dapat bertahan dengan baik, maka itu pertanda bahwa masa bertahan telah usai. Selanjutnya adalah jamaah dakwah umat Islam yang menyerang balik. Demikianlah pasca berakhirnya perang Khandaq, baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengungkapkan dengan kalimat sebagai berikut:

الآنَ نَغْزُوْهُمْ، وَلاَ يَغْزُوْناَ، نَحْنُ نَسِيْرُ إِلَيْهِمْ

Artinya:
“Sekarang kita menyerang mereka dan mereka tidak lagi menyerang kita. Kita akan berjalan (menyerang) menuju (ke tempat) mereka.”

Perlu diketahui, bahwa musuh-musuh Islam yang mengepung jamaah umat Islam pada waktu perang Khandaq jumlahnya adalah 10.000 prajurit koalisi. Suatu jumlah yang kira-kira sama dengan penduduk Madinah saat itu, termasuk laki-laki dewasa, perempuan, anak-anak dan orang tua. Sedangkan pasukan perang muslim pada tahun berikutnya saja, waktu perjanjian Hudaibiyah (6 H), hanya berjumlah 1400 orang yang ikut bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Artinya pasukan musuh lebih dari 7 kali lipat pasukan jamaah umat Islam.

Jika pendekatan masa pertahanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini diterapkan pada masa sekarang, jika dilihat dari perspektif “bilangan jumlah kader dakwah”, maka masa pertahanan ini baru akan selesai setelah jumlah jamaah ini minimal telah mencapai 14 %, yang berarti lawan-lawannya telah mencapai 7 kali lipat dari bilangan jamaah umat Islam. Oleh karenanya masih perlu beberapa langkah lagi untuk dipersiapkan menuju pemenangan dakwah Islam selanjutnya, karena perjalanan dakwah ini masih panjang. Barangkali masih akan terjadi perang-perang kecil yang sesungguhnya dimunculkan Allah ta’ala untuk semakin mengukuhkan jamaah dakwah. Namun demikian, akan menjadi lebih baik dan mempercepat kemenangan, jika semua kelompok umat Islam lainnya dapat bersatu, untuk bersama-sama meninggikan risalah Islam ini.

Adapun seandainya pendekatan masa pertahanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilihat dari perspektif “kedahsyatan serangan musuh”, barangkali berbagai macam fitnah yang dahsyat selama ini, baik dari internal maupun eksternal yang dilancarkan oleh musuh-musuh dakwah, sudah cukup untuk membuat suatu jamaah dakwah umat Islam menyimpulkan, bahwa serangan balik, harus segera dimulai, bismillah. Wallahu a’lam bishshawab.