21 April 2016

Kartini dan Jati Diri Perempuan Indonesia


Oleh: Yenny Susana, S.P.
          Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga
          DPD PKS Boyolali

Kartini yang hidup dalam tradisi kejawen dan feodalisme berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai perempuan merdeka, mempunyai hak sama dengan laki-laki. Hak untuk mendapatkan pendidikan, berpendapat dan mengembangkan potensi diri. Masa itu kungkungan adat dan tradisi tidak memungkinkan sosok Kartini bebas bergerak. Hingga akhirnya Kartini hanya mampu ‘berkirim surat’ kepada sahabat-sahabatnya yang kebetulan orang-orang Belanda. Namun takdir berkata lain, Kartini meninggal dunia di usia muda sebelum berhasil mewujudkan cita-citanya secara utuh.

Selain sosok Kartini, sejarah Indonesia mencatat tokoh-tokoh perempuan lain yang berjuang seperti Kartini, dengan hasil perjuangan ‘nyata’ dalam kehidupan. Sebut saja, Cut Nyak Dien, Rohana Kudus, Dewi Sartika –era Pahlawan Nasional-. Di era sekarang, ada sosok Yoyoh Yusroh (Alm), Rismaharini, Wirianingsih, Marwah Daud Ibrahim, Khofifah Indar Parawangsa, Fahira Idris, Teh Ninih, dan masih banyak lagi.

Apa yang menggerakkan perempuan-perempuan luar biasa itu? Mereka mengabdikan hidupnya untuk membawa kemaslahatan. Mereka berkhidmat untuk umat, tanpa meninggalkan jati diri sebagai sosok perempuan Indonesia dengan budaya ketimurannya. Setidaknya ada enam peran yang melekat pada diri perempuan sejak dilahirkan. Peran-peran itu melahirkan sebentuk kewajiban, yaitu:
  1. Sebagai hamba Allah SWT senantiasa beerusaha menjaga ketakwaan kepada Rabbnya. Menjadikan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai motivator utama dalam bergerak.
  2. Sebagai pribadi yang merdeka, perempuan berusaha menjaga kesehatan fisik dan mentalnya, menjaga penampilan, mengasah kemampuan, berkarya, dan mengaktualisasikan potensi diri.
  3. Sebagai anak berkewajiban untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun keduanya telah tiada. 
  4. Sebagai istri berusaha mentaati suami (selama dalam ketaatan kepada Allah), menyenangkan hati dan pandangan, serta menjadi ‘pakaian’ bagi suami. 
  5. Sebagai ibu berkewajiban untuk mendidik anak sejak dalam kandungan, menyusui, dan merawat dengan penuh kasih sayang.
  6. Sebagai anggota masyarakat berusaha melakukan amar makruf nahi munkar, menjadi pelopor kebaikan, dan berpartisipasi aktif dalam kemajuan masyarakat.
Perempuan-perempuan luar biasa di atas, bisa dibilang telah berhasil menerapkan enam peran tersebut. Mereka menyadari betul kodrat keperempuanan mereka. Kemauan kuat dari diri mereka untuk menebar kebaikan, menjadi pelopor perubahan -tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai perempuan Indonesia yang santun-, menjadi inspirasi bagi kita, kaum perempuan. Kita pun bisa seperti mereka. Berkhidmat untuk umat, tangguh tanpa meninggalkan unggah-ungguh.