29 Desember 2014

Petuah Pak Cah, Menulis tak Butuh Bakat Melimpah

Pak Cah, saat sharing di MD Building
"Menulis itu tidak memerlukan bakat yang banyak, tinggal mau atau tidak."
Itu kalimat-kalimat awal seorang Cahyadi Takariawan, kompasioner favorite 2014 yang menyampaikan "Sharing Session" kepada hampir 150 kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di MD Buliding, atau kantor Dewan Pengurus Pusat PKS (DPP), Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad (28/12).
Banyak tuturan segar keluar dari penulis Buku "Yang Tegar di Jalan Dakwah" ini. Ia didaulat Humas DPP PKS untuk menyampaikan pengalaman bagaimana agar tulisan dapat menginspirasi banyak pembaca.
Pria asal Yogyakarta ini mengungkapkan, sebagai seorang penulis jangan pernah menyerah untuk terus berusaha agar tulisan yang dihasilkan dapat terpublikasi.
"Kalau kita menulis jangan sampai ditolak media. Jadi kalau ditolak di media Nasional, kirim ke media lokal. Media kampus, kalau ditolak juga muat di media sendiri," tutur penulis yang akrab disapa Pak Cah itu.
Pak Cah juga mengungkapkan, kapan saja waktu yang terbaik untuk menulis. "Hari terbaik menulis itu, senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu dan ahad, dan waktu yang terbaik untuk menulis itu, jam 1, jam 2, jam 3 sampai jam 24.00," kelakarnya, disambut gelak tawa para peserta diskusi.
Bagi seorang penulis, tidak boleh ada alasan lagi kering inspirasi. "Menulis itu bisa dari pengalaman, amanah maupun kegiatan sehari-hari," ungkap konselor rumah tangga ini.
Pak Cah mencontohkan seorang ibu-ibu di Yogyakarta bisa menerbitkan satu buku. Berawal dari rutinitas menunggui anak pulang sekolah, sang ibu mencatat setiap cerita para ibu tentang aktivitas anaknya. "Jadilah buku 'Celoteh Anak-Anak'. Keseharian kita bisa jadi inspirasi tulisan."
Pengalaman itulah yang diakuinya membedakan genre tulisannya. "Dulu saya banyak menulis yang ideologis semisal 'Menikah di Jalan Dakwah'. Tapi sekarang judulnya 'Woderfull Couple', 'Wonderfull Husband'. Ada perbedaan karena kini saya menulis tanpa merumitkan diri dengan referensi. Cukup mengeluarkan pengalaman sebagai konselor 14 tahun," kisahnya.
Pak Cah mengaku dengan menulis ulang pengalamannya, ia bisa lebih lepas dalam berekspresi.
Pak Cah berbagi tips untuk menyimpan ide. Ia selalu mencatat lintasan ide di telepon genggamnya. Ia juga selalu menyempatkan menulis satu jam sehari setelah Shubuh. Pak Cah mengaku ia bisa menulis dimana saja untuk artikel di internet. "Tapi untuk menulis buku saya perlu satu tempat dan waktu khusus," ungkapnya.
Soal profesi sebagai penulis, Pak Cah mengakui di Indonesia memang belum bisa jadi mata pencaharian. "Menulis itu jadi jendela saja. Bukan untuk terkenal tapi dikenal," katanya.
Pak Cah berpesan aktivitas menulis tidak dibenturkan dengan profesi yang lain. "Menulis itu bisa berkembang seiring dengan profesi," tuturnya.