Oleh : Ust. Abdul Muiz, MA
Bersemangat dalam menyambut panggilan da’wah menunjukkan adanya
keseriusan (jiddiyah) karena keseriusan adalah salah satu ciri kader
militan. Keimanan seseorang belum sempurna kecuali apabila mendengar
panggilan Allah dan Rasul-Nya segera menyambut panggilan tersebut dengan
senang hati dan penuh semangat, Al-Qur’an mengingatkan kita tentang hal
itu “Hai orang¬-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan
kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasai antara
manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan “. (AI-Anfal :24 ).
Kader da’wah apabila mendengar panggilan da’wah ia sambut dengan
kata-kata “sam’an wa tha’atan” (kami dengar dan kami taati) “labaik wa
sa’daik” (kami siap melaksanakan perintah dengan senang nati). Para
sahabat Rasul di saat menjelang perang Badar, ketika Rasul ingin
mengetahui kesiapan mereka untuk perang menghadapi musyrikin Quraisy,
mengingat tujuan awal mereka bukan untuk perang tetapi untuk menghadang
kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan, namun kafilah itu berhasil
meloloskan diri dari hadangan kaum muslimin, maka Rasul bermusyawarah
dengan mereka tentang apa harus dilakukan. Dari kalangan Muhajirin Abu
Bakar dan Umar bin Khattab menyambut baik untuk terus maju ke medan
pertempuran.
sedangkan Miqdad bin `Amru mengatakan : “Wahai Rasulullah, laksanakanlah
apa yang telah diberitahukan Allah kepadamu, kami tetap bersamamu. Demi
Allah kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan
Bani Israel kepada Nabi Musa,yaitu “Pergilah kamu bersama Rabbmu dan
berperanglah, kami tetap duduk di sini”. Tetapi yang kami katakan
kepadamu adalah : “Pergilah kamu ber-sama Rabbmu dan berperanglah, kami
ikut berperang bersamamu”. Demi Allah yarg mengutusmu membawa kebenaran,
seandainya kamu mengajak kami ke Barkul Ghimad (suatu tempat di Yaman,
red ) pasti kami tetap mengikutimu sampai di sana. Setelah sahabat
Muhajirin, sahabat Anshar yang diwakili oleh Sa’ad bin Mu’adz
menyampaikan sikapnya :”Kami telah beriman kepadamu dan kami bersaksi
bahwa apa yang kamu bawa adalah benar, atas dasar itu kami telah
menyatakan janji untuk senantiasa taat dan setia kepadamu. Wahai
Rasulullah lakukanlah apa yang kau kehendaki, kami tetap bersamamu.Tidak
ada seorangpun diantara kami yang mundur dan kami tidak akan bersedih
jika kamu menghadapkan kami dengan musuh esok hari. Kami akan tabah
menghadapi peperangan dan tidak akan melarikan diri. Semoga Allah akan
memperlihatkan kepada kamu apa yang sangat kamu inginkan dari kami.
Marilah kita berangkat Ilahi. Dalam riwayat lain, bahwa Saad bin Muadz
berkata kepada Rasulullah, “Barang kali kamu khawatir jika kaum Anshar
memandang bahwa mereka wajib menolongmu hanya di negeri mereka. Saya
sebagai wakil kaum Anshar menyatakan, jalankan apa yang kau kehendaki,
jalinlah persaudaraan dengan siapa saja yang kau kehendaki dan
putuskanlah tali persaudaraan dengan siapa saja yang kau kehendaki.
Ambillah harta benda kami sebanyak yang kau perlukan dan tinggalkanlah
untuk kami seberapa saja yang kamu sukai, apa saja yang kau ambil dari
kami itu tebih kami sukai daripada yang anda tinggalkan. Apapun yang
kamu perintahkan maka kami akan mengikutinya, demi Allah jika kamu
berangkat sampai ke Barkul Ghimad kami akan berangkat bersamamu, demi
Allah seandainya kamu menghadapkan kami pada lautan kemudian kamu terjun
ke dalamnya maka kamipun akan terjun ke dalamnya bersamamu. (Rakhikul
Makhtum 285-286 ). Hasan AI-Banna berkata da’wah pada tahap pembinaan
(takwin) shufi disisi ruhiyah dan askari (kedisiplinan) dari sisi
amaliyah (operasional), slogannya adalah amrun wa thoatun (perintah dan
laksanakan ) tanpa ada rasa bimbang, ragu, komentar, dan rasa berat’.
(Risalah Pergerakan 2).
Empat Aspek Ruhul Istijabah
1. Istijabah Fikriyah (Menyambut dengan pikiran /dengan sadar).
Kader da’wah ketika mendapat tugas dari Murobbi, Pembina, maupun Qiyadah
tidak hanya sekadar melaksanakan perintah dan tugas, tetapi ia sadar
betul apa yang dikerjakannya adalah dalam rangka taat kepada Allah dan
meraih ridho-Nya, bila dilakukan mendapat pahala dan bila tidak
dilakukan dosa.
Karena itu para kader da’wah harus memahami, bahwa melaksanakan perintah
dan tugas yang datang dari Murobbi, Pembina atau Qiyadah dalam rangka
taat kepada Allah. karena Allah telah mewajibkan taat kepada pemimpin :
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul serta
(taatilah) pemimpin kamu… ” (An-Nisaa:59). Demi laksananya tugas secara
maksimal maka seorang kader selalu memikirkan tentang bagaimana cara
melaksanakan tugas dengan baik, maka ia harus memperhatikan waktu, cara
dan sarana yang tepat sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai
perintah, rencana, tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan.
Bahkan harus memiliki kemampuan memberikan saran, pendapatdan dan
pandangannya demi terselenggaranya program dengan baik, seperti yang
dilakukan oleh sahabat Habab bin AI Mundzir ketika mengusulkan tempat
yang strategis untuk posisi pasukan kaum muslimin pada perang Badar.
Habab berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini anda
menerima wahyu dari Allah sehingga tidak dapat diubah lagi, ataukah
strategi perang? tempat ini kupilih berdasarkan strategi perang”.
Kemudian Habab berujar kembali “wahai Rasulullah tempat ini tidaklah
strategis. Ajaklah pasukan pindah ke tempat air yang terdekat dengan
musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di
belakangnya, kemudian kita buat kubangan dan kita isi dengan air hingga
penuh. Dengan demikian kita berperang dalam keadaan mempunyai persediaan
air minum”. Rasulullah menjawab, “Pendapatmu sungguh baik “. Begitu
pula, pada saat pasukan koalisi, yang terdiri dari kaum Musyrikin,
bangsa Yahudi dan orang-orang Munafik menyerang Madinah, Sahabat Salman
Al-Farisi menyampaikan usulannya kepada Rasulullah yaitu menggali parit
di sekeliling Mmadinah, kemudian Rasulullah menerima usulan tersebut dan
menjadi strategi perang yang ditetapkannya sehingga perang itu diberi
nama dengan perang Khandak (parit). Pada perang Qodisiah, perang antara
tentara pasukan Persia, yang terjadi di Irak pada masa pemer-intahan
Umar bin Khattab, Qoqo bin Amr terus berpikir untuk menaklukkan pasukan
bergajah yang menjadi andalan pasukan Persia. Sampai akhirnya Qoqo
mendapatkan sebuah ide, untuk membuat patung gajah, agar kuda-kuda milik
kaum Muslimin terbiasa melihat gajah sehingga ketika kuda-kuda itu
berhadapan dengan gajah-gajah yang sebenarnya, tidak takut
menghadapinya. Ternyata ide Qoqo ini menghasilkan buah. Pada perang
Qodisiah tentara kaum Muslimin berhasil menaklukan tentara Persia yang
mengandalkan pasukan bergajahnya. Khalifah Umar bin khattab pernah
berucap, “Tidak akan terkalahkan kaum muslimin selama di sana ada Qoqo
bin Amr”. Dalam surat Ar-Ra’d ayat 19 Allah mengingatkan kita akan
keistimewaan orang¬-orang mengoptimalkan akal pikirannya: “Apakah orang
yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb¬mu itu
benar, sama dengan orang yang buta (tidak menggunakan akal pikirannya).
Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran “.
2. Istijabah Nafsiyah (Menyambut dengan perasaan/emosi).
Para aktivis dan kader da’wah bila mendapat perintah dan tugas, baik
tarbawi, da’awi maupun tanzhimi harus menyamtbutnya dengan perasaan
senang, gembira, bahagia dan bersemangat untuk melaksanakannya.
Janganlah perintah dan tugas itu disambut dengan rasa berat, malas,
enggan dan tidak bergairah. Apapun kondisi yang terjadi pada diri kita,
baik dalam keadaan susah, berat maupun kekuatan ma’nawiyah tidak
mendukung, apalagi dalam keadaan bergembira.
Bila datang panggilan da’wah kita tidak boleh menolaknya atau merasa
enggan dan malas memenuhnya. Allah berfirman: ”Berangkatlah kamu dalam
keadaan merasa ringgan ataupun ataupun merasa berat, dan berjihadlah
dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.” (At-Taubah :41).
Kemudian pada ayat yang lain Allah menjelaskan,”Hai orang-orang yang
beriman apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu “Berangkatlah
untuk berperang di jalan Allah “; kamu merasa berat dan ingin di
tempatmu Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti
kehidupan di akhirat? padahal keni’matan hidup di dunia itu dibandingkan
dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat
untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih
dan digantinya kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat
memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu “. (At¬Taubah:38-39).
Para kader yang dibina oleh Rasulullah ketika mendengar panggilan jihad
mereka berlomba-lomba untuk memenuhinya dengan harapan mendapat
kesempatan mati syahid di jalan Allah. Kelemahan fisik tidak menjadi
alasan untuk tidak berangkat memenuhi panggilan jihad, bahkan bila
mereka tidak dapat memenuhi panggilan jihad karena udzur, mereka
menangis. “Dan tidak berdosa atas orang-orang yang apabila datang
kepadamu sepaya kamu memberi mereka kendaraan. Lalu kamu berkata :”Aku
tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu “. Lalu mereka kembali,
sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka
tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan “. (At-Taubah: 92).
Mereka begitu semangat dalam melaksanakan perintah da’wah, perintah
tersebut dikerjakan dengan suka cita, riang, gembira serta bahagia, bila
mereka dapat melakukannya dengan baik. Sebaliknya, mereka bersedih dan
berduka cita bila tidak dapat menjalankan perintah walaupun disebabkan
udzur.
3. Istijabah Maaliyah (Menyambut dengan harta).
Da’wah untuk menegakkan dinul Islam muka bumi adalah kerja besar bahkan
tidak ada pekerjaan yang Iebih besar darinya. Kerja besar ini
membutuhkan dana yang besar pula sebagaimana lazimnya proyek besar.
Dalam proyek da’wah pendanaan ditanggung oleh para da’i sendir-i.
Berkorban dengan harta dan jiwa sudah menjadi satu paket yang tidak
boleh dipisahkan satu dari yang lainnya. Seperti apa yang Allah rmpaikan
dalam Qur’an, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang
beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka… ”
(At-Taubah : 111). Kemudian ayat lain Allah menjelaskan, “Hai
orang¬-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkan imu dari azab yang pedih ?Yaitu, kamu beriman
pada Allah dan RasuINya dan berjihad di jalan Alllah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. ”
(As-Shaff : 10- 11).
Kader da’wah tidak pelit dengan hartanya untuk pembiayaan berbagai
kegiatan da’wah dalam da’wah para kader dan aktivis siap mengorbankan
hartanya, jangan mengharapkan keuntungan materi serta harta benda dari
da’wah. Khadijah isteri Rasulullah telah memberikan seluruh kekayaannya
untuk kepentingan da’wah. Pada perang tabuk kaum uslimin berlomba-lomba
menginfakkan hartanya dan bersodaqah. Usman bin Affan sebelumnya telah
menyiapkan kafilah dagang yang akan berangkat ke Syam berupa dua ratus
onta lengkap dengan pelana serta barang-barang yang berada di atasnya,
beserta dua ratus uqiyyah. Setelah mendengar pengumuman Rasulullah,
Usman datang pada Rasul kemudian men-shadaqah-kan semua itu. Kemudian
Usman menambah lagi seratus onta dengan pelana dan perlengkapannya.
Kemudian beliau datang lagi membawa seribu dinar diletakkan di pangkuan
Rasulullah. Rasulullah memperhatikan apa yang dishadaqahkan oleh Usman
itu seraya berkata: “Apa yang diperbuat oleh Usman setelah ini, tidak
akan membahayakannya”. Usman terus bershadaqah hingga jumlahnya mencapai
sembilan ratus ekor onta dan seratus ekor kuda, belum termasuk uang.
Setelah Usman selesai memberikan shadaqah, giliran Abdur Rahman bin Auf
datang membawa Dua ratus uqiyyah perak, tak lama setelah Abdur Rahman,
datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya yang jumlahnya Empat
ribu dirham, sampai-sampai beliau tidak menyisakan hartanya untuk
keluar-ganya kecuali Allah dan Rasulnya. Kemudian shahabat-shahabat yang
lain berdatangan. Umar menyerahkan setengah hartanya. AI-Abbas datang
menyerahkan hartanya yang cukup banyak. Thalhah, Sa’ad bin Ubadah,
Muhammad bin Maslamah semuanya datang menyerahkan shadaqahnya. Tidak
ketinggalan Ashim bin Adi datang menyerahkan sembilan puluh wasaq kurma.
Kemudian diikuti sahabat yang lain mulai dari yang scdika sedikit
sampai yang banyak. Sampai ada di antara mereka yang berinfaq dengan
segenggam atau dua genggam kurma, karena hanya itu yang mereka mampu
lakukan. Kaum wanitapun menyerahkan berrbagai perhiasan yang yang mereka
miliki, seperti gelang tangan, gelang kaki, anting-anting dan cincin.
Tidak ada seorangpun yang kikir menahan hartanya kecuali orang-orang
Munafq. Allah berfirman : “Orang-orang Munafiq yang mencela orang-orang
Mu’min yang memberi shadaqah dengan sukarela, dan merekapunv menghina
orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dishadaqahkan sekedar
kesanggupannya “. (At -Taubah :79)
4. Istijobah Harakiyah (Menyambut dengan aktivitas)
Aktivis da’wah adalah yang orang aktif dalam kegiatan da’wah, selalu
hadir dalam kegiatan da’wah dan berusaha untuk berada di barisan
orang-orang mengutamakan kerja daripada berbicara. Bahkan berupaya untuk
berada di garda terdepan dalam mempertahankan dan membela Islam. Perlu
diingat, tugas da’wah yang diemban aktivis sangat banyak., lebih banyak
dari waktu yang tersedia. Tugas antara lain, pertama: Kewajiban dalam
Tarbiyah, tujuannya, agar kualitas dan dan mutu kader semakin baik.
Kedua: Kewajiban dalam Da’wah, tujuannya, agar penyebaran da’wah semakin
luas. Ketiga: Kewajiban yang sifatnya tanzhimiyah, bertujuan, agar amal
jama’i stuktural semakin kokoh.
Bila kita pelajari siroh Nabawiyah dan siroh As-Salaf As-Shalih, kita
bisa lihat, pola kehidupan mereka. Mereka lebih banyak bekerja untuk
umat dibanding untuk diri dan keluarga mereka karena kesibukan yang
begitu padat hampir tidak ada waktu untuk istirahat, bahkan tidak
menyempatkan diri untu istir-ahat. Para sahabat Rasul tidak pernah
berhenti berjihad di jalan Allah, sebagian ahli sejarah mencatat
sebanyak seratus kali peperangan selama sepuluh tahun Rasul di Madinah,
baik yang dipimpin langsung oleh Rasul dan yang dipimpin oleh
sahabatnya. Baik itu pertempuran besar maupun yangkecil, baik yang jadi
maupun tidak jadi perang. Sehingga jika diambil rata, peperangan terjadi
sebulan sekali, artinya mobilitas jihad sangat tinggi. Begitu pula di
masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Peperangan dilakukan
selama dua tahun tiga bulan sepuluh hari, belum lagi peperangan yang
dipimpin oleh Khalid bin Walid yang jumlahnya sebanyak dua puluh kali
peperangan yang dilakukan terus menerus secara berkesinambungan.
Melihat kondisi saat ini, dimana tuntutan da’wah begitu besar, yang
disertai ancaman global, tentu hal ini, menuntut kesungguhan, keseriusan
serta mobilitas da’wah dan jihad yang tinggi, jika tidak maka kekuatan
batil yang akan berkuasa di bumi ini. Dalam hal ini, Allah berfirman,
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar¬-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali¬-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan, ikutilah agama orang
tua Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim
dari dahulu, dan begitu pula dalam al-Qur’an ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung”. (AI-Hajj :76 ).
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah pikiran kita terkonsentrasikan dan
terfokuskan untuk memikirkan umat, memikirkan bagaimana cara yang
efektif dalam melakukan da’wah untuk mereka. Sudahkah kita menyumbangkan
pendapat, gagasan dan ide terbaik untuk kemajuan da’wah. Sudahkah kita
mempersembahkan kreatifitas untuk pengembangan da’wah yang lahir dari
hasil kajian, telaah, renungan dan evaluasi kerja da’wah saat ini?!.
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah kita merasa gembira senang dan
bahagia mana kala kita mendengar perintah, menerima tugas dan
mendapatkan amanah da’wah.Apakah kita merasa bersedih, menangis dan
merasa rugi jika kita tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik, tidak
dapat ikut dalam kegiatan da’wah di saat uzur. Menyesalkah kita jika
tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik ?!
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah kita mengeluarkan sebagian dari rizki
yang kita dapatkan untuk kepentingan da’wah. Sudahkah kita berniat dan
ber-Azam untuk menginfaqkan harta kita di jalan Allah? Sudahkah kita
miliki tabungan da’wah?
Ikhwah dan Akhwat fillah, betulkah kita sebagai aktivis da’wah, apa
buktinya? Apa kontribusi riil kita untuk da’wah? Apa prestasi da’wah
kita selama ini? Sudah berapa orang yang telah kita rekrut melaui da’wah
fardiyah atau da’wah jamahiriyah? sudah berapa orang kader yang kita
tarbiyah? Sudahkah kita menjadikan waktu, kerja, profesi dan seluruh
aktivitas kita sebagai kegiatan da’wah ?!
Ikhwah dan Akhwat fillah, keimanan kita baru diakui oleh Allah apabila
ada ruhul istijabah pada diri kita, dan baru akan sempurna iman kita
jika aspek-aspek istijabah itu telah terpenuhi. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang
memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang
muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan terhadap
orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah maka tidak ada
kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum mereka berhijrah,
akan tetapi jika ¬mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan
pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap
kaum yang telah ada ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan “. (AI-Anfal : 72). ”Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta ¬berjihad pada jalan Allah,
dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi ¬pertolongan
kepada orang-orang muhajirin, mereka itulah orang-orang yang bena-benar
¬beriman. Mereka memperoleh ampunan, rizki (ni’mat ) yang mulia “,
(al-Anfal : 74)