18 Januari 2013

Merindukan Subuh

Sebagian dari kita mungkin sudah pernah membaca buku “Keajaiban Shalat Subuh” atau buku “SUBUH on FIRE” yang ditulis Nana W. el-Fariez. Sesuai dengan judul redaksinya, lewat kedua buku itulah pertama kali saya menjadi tahu tentang keutamaan shalat subuh. Bukan sekedar persoalan kewajiban menjalankan dua harakat. Namun lebih dari itu. Banyak keistimewaan-keistimewaan diwaktu subuh.
“Barang siapa yang menunaikan shalat subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janjinya. Barangsiapa yang membunuh orang yang menunaikan shalat subuh, Allah akan menuntutnya sehingga ia akan dibenamkan mukanya ke dalam neraka” (H.R. Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Sebuah jaminan dari Allah bagi para pelaku shalat subuh.

Salah satu yang luar biasa lagi, diriwayatkan dari Ammarah bin Ruwainah ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Tidak akan masuk neraka orang yang shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam matahari.’” (H.R. Muslim). Terbebas dari api neraka. Keutamaan lainnya ialah memperoleh keberkahan, pahala dunia dan seisinya, dikabulkannya do’a dan yang paling penting shalat inilah pembeda antara orang-orang yang MUNAFIQ.

Lepas dari keutamaan-keutamaan itu. Sulit, itulah kata yang mewakili bagaimana saya dan mungkin sebagian orang yang lain melaksanakan shalat subuh. Jelas saja, waktu shubuh adalah waktu yang paling “enak” berada dipembaringan. Bisa jadi pun sebenarnya tidak merasakan “enak” tersebut. Tau-tau sudah terbangun setelah matahari telah menampakkan semua wajahnya. Bablas.

Terang saja, berbagai cara sudah dilakukan. Untuk mengantisipasi, sebelum tidur terlebih dahulu memasang alarm. Namun tetap saja terbangun setelah beberapa jam lewat “waktu alarm”. Sesekali terbangun karena alarm tersebut, tapi bukan kemudian bergegas untuk shalat melainkan mematikan alarm. Tidur jangan ditempat nyaman (kasur), akhirnya tidur di lantai beralaskan karpet saja. Tetap saja “nyenyak”, subuh lewat plus badan pegal.

Kegelisahan. Menyesal. Kadang marah. Perasaan yang muncul saat bangun tidur belakangan ini. Subuh terlewatkan begitu saja. Prasangka terhadap diri sendiri semakin kuat. Pasti ada yang salah. Sesekali merenung. Ketika kondisi ini terjadi yang teringat adalah kata-kata yang ada dibuku itu. Dikatakan bahwa kesulitan shalat subuh berjamaah bisa disebabkan oleh beberapa hal.  Adanya makanan atau zat yang haram masuk  ke dalam tubuh atau banyak melakukan maksiat. sebenarnya ada faktor-faktor lain lagi namun setidaknya dua faktor tersebut yang cukup menamparku.

Makanan haram? Ya Allah... apa benar ada zat ini didalam tubuhku? Sehingga darah, daging dalam tubuh ini seakan mati. tidak bisa merasakan apa-apa.

Banyak maksiat? tidak bisa menjaga hati, tidak bisa menahan pandangan, tak mampu mengendalikan bibir berbicara. Menutup mata, menarik nafas panjang. Astagfirullah... inilah mungkin penyebab utamanya. Terbangun untuk subuh tidak, merasakan nyamannya tidur pun tidak. Kotornya hati oleh dosa maksiat lagi-lagi tak mampu menggerakkan tubuh ini untuk sekedar terbangun. Alarm sekeras apapun tetap saja tidak berguna.

Benar. Benar bahwa subuh itu adalah hadiah. Semua orang bisa shalat subuh, tapi tidak semua orang bisa tepat waktu, tidak semua diberikan “kekuasaan” untuk berjamaah dimesjid. Hadiah dari Allah untuk orang-orang terpilih.

Merindukan subuh. Sangat merindukan subuh. Malu rasanya dengan tetangga, seorang bapak tua yang subuh berjamaah beliau sepertinya tidak pernah absen. Malu kalau membayangkan saat dia berangkat subuh dan lewat didepan rumah “anak muda” ini, apa yang akan beliau katakan?

Dan lebih malu lagi rasanya, “anak muda” ini dikampus mungkin dikenal sebagai seorang aktivis dakwah, aktif di Lembaga Dakwah Kampus dll. Tidak salah, label MUNAFIQ mungkin pantas tersemat. Naudzbillah...

Astagfirullah. Tak pantas  memperoleh jaminan bebas dari neraka, tak ada keberkahan, terlewatkan waktu terkabulnya do’a dan dekat dengan kemunafiqan..! Suara-suara itu menyelimuti jiwa. Serasa semakin menyempitkan dada. Menyesal.

Ya Allah... aku merindukan subuh.

Fardan
KAMMI ITTelkom Bandung

Sumber: islamedia.web.id