28 April 2021

Nuzulul Qur'an, Sebuah Refleksi Kebangkitan Ilmu Pengetahuan di Tangan Umat Islam

 

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci yang paling dinanti oleh umat Islam di seluruh dunia. Karena hanya pada bulan Ramadhan pahala ibadah yang kita lakukan akan dilipatgandakan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Ramadhan juga menjadi bulan yang istimewa, karena pada bulan inilah permulaan Al-Qur'an diturunkan. Wahyu sekaligus mu'jizat yang menjadi penanda lahirnya risalah baru bagi umat manusia. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 185,

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)."

Ayat Al-Qur'an yang pertama kali diwahyukan adalah kalimat اقرأ dalam bentuk amr (perintah), yang berasal dari kata قرأ yang berarti “membaca”. Namun, yang menarik adalah, ketika ayat yang bernada perintah “bacalah!” diwahyukan melalui Jibril kepada Rasulullah SAW di Gua Hira', ternyata obyek yang dibaca tidak ada, bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri tidak bisa membaca (ummiy). Karenanya, menurut ar-Raghib al-Ashfahani kata قرأ di sana bermakna “menghimpun”, artinya seseorang belum bisa dikategorikan membaca kecuali ia telah menghimpun kata dan mengucapkannya. Sehingga dapat dimaknai bahwa perintah membaca pada ayat tersebut secara umum bermakna menghimpun informasi sebanyak-banyaknya, dari mana saja sumbernya, dan membaca dalam perintah ini mencakup bacaan yang bersifat ilahiyah seperti apa yang di turunkan Allah ke Nabi-Nya ataupun yang manusia dapatkan di sekitarnya baik yang tertulis dan tidak tertulis. Baiquni melihat, kandungan perintah dalam ayat tersebut menunjukan supaya manusia memiliki keimanan berdasarkan pengetahuan tentang adanya otoritas dan kehendak Tuhan.

Dalam ayat tersebut juga tersirat pesan ontologis sumber ilmu. Pada saat Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk membaca, sedangkan yang menjadi obyek bacaanya tidaklah definitif, bisa beraneka rupa, baik berupa kalamullah yang diwahyukan saat itu, ataupun ayat-ayat yang malhuzh (tidak tertulis) misalnya alam raya dan isinya.

Perintah اقرأ dengan beragam maknanya seperti; bacalah, ketahuilah, telitilah, fahamilah, dalamilah segala sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, diri sendiri, sejarah yang tertulis dan yang tidak tertulis menjadi pondasi sekaligus pendorong aktivitas keilmuan (ilmiah) dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Membaca ayat-ayat Allah yang tersurat dalam Al-Quran (Qauliyah) dapat menghasilkan ilmu keagamaan seperti Tauhid, Akhlak, Fikih, dsb. Adapun membaca ayat Allah dalam wujud makhluk ciptaannya (Kauniyah), misalnya manusia; dari aspek fisiknya bisa didapatkan sains, seperti ilmu tentang raga dan ilmu kedokteran; dari aspek amaliyahnya bisa dihasilkan ilmu ekonomi, sosiologi, politik, dsb; serta dari aspek kejiwaannya dapat muncul ilmu kejiwaan atau psikologi. Hal ini menunjukan bahwa ontologi atau sumber segala bidang ilmu adalah ayat-ayat Allah, sehingga pada hakikatnya ilmu adalah milik Allah SWT.

Tepatlah kiranya jika dipahami bahwa ada hubungan yang erat dan saling berkelindan antara pendidikan dengan wahyu pertama ini. Ahmad Tafsir menerangkan bahwa, “Permulaan Al-Quran turun melalui ayat yang berkenaan dengan pendidikan.” Hal senada disampaikan Hasan Langgulung, “Tegaknya ajaran yang dibawa ini akan terwujud dengan didasari oleh ilmu sebagaimana yang ditunjukan ayat yang pertama kali turun.”

Maka sewajarnyalah umat Islam menjadi umat yang paling haus akan ilmu pengetahuan bahkan menguasainya, baik ilmu diniyah (agama) maupun ilmu duniawiyah (keduniaan). Tidak ada lagi alasan bagi umat islam untuk tertinggal dari bangsa barat yang saat ini menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia. Sudah saatnya umat islam bangkit dengan ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya umat islamlah yang memiliki sumber dari ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, yaitu Al-Quran. (ES)



Referensi:

Humaedi, I. (2020). KONSEP PESAN PRA-NUBUWWAH YANG TERKANDUNG DALAM WAHYU PERTAMA KALI TURUN SURAH AL’ALAQ 1–5. Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 110-121.

Ummah, S. R. (2017). RELEVANSI PERINTAH IQRA’ PADA WAHYU PERTAMA BAGI MASYARAKAT MODERN. PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam, 21-38.