Oleh: Anis Matta, Lc
(Soekarno Muda)
Saya punya 1 halaqah
yang terdiri dan anak-anak LIPIA, Mereka datangnya dari kampung, dari pesantren
semuanya. Saya tahu mereka ini membawa background, di backmindnya itu ada
psikologi orang kampung yang tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya. Saya
tanya kamu nanti setelah selesai dari LIPIA mau kemana? Mereka bilang Insya
Allah kita mau pulang ke kampung mengajar di Ma’had, mengajar Bahasa Arab,
Suatu hari saya ajak mereka, hari ini tidak ada liqa’, tapi saya tunggu kalian
di Hotel Mulia. Saya ada di suatu tempat dan mereka tidak melihat saya. Saya
suruh mereka berdiri saja di lobby. Mereka datang pakai ransel karena mahasiswa
datang pakai ransel, diperiksa lama oleh security. Karena penampilannya sebagai
orang miskin dicurigai membawa bom. Saya lihat dari atas. Itu masalah strata,
kalau antum datang pakai jas dan dasi tidak ada yang periksa antum di situ,
karena yang datang pakai ransel tampang kumuh. Kemudian mereka bertanya di mana
antum ustadz, saya bilang antum tunggu saja di situ. Saya dekat dengan mereka
tapi mereka tidak melihat, saya hanya memperhatikan apa yang mereka lakukan.
Kira-kira 2 jam mereka saya suruh di situ, mondar-mandir di lobby. Minggu depan
saya tanya apa yang antum lihat disana. Orang lalu lalang, jawab mereka.
Saya tanya, pertama,
apakah ada satu orang yang lalu lalang yang antum lihat yang mukanya jelek, dia
bilang tidak ada. Semuanya ganteng-ganteng semuanya cantik-cantik. Jadi ada
korelasi antara wajah dan kekayaan, Makin kaya seseorang makin baik wajahnya.
Kedua, ada tidak yang memakai pakaian yang tidak rapi kecuali antum. Dia bilang
tidak ada, semuanya rapi. Jadi dengan latihan seperti ini pikirannya sedikit
mulai terbuka. Karena ia membawa bibit dalam pikirannya untuk menjadi orang
miskin. Sekarang alhamdulillah mereka bertiga sekarang ini sedang kuliah di Ul
ambil S2 Ekonomi Islam.
Ikhwah sekalian jadi
kita perbaiki insting kita. Pertama kali kita perbaiki tsaqafah kita. Jadi
hadirkan buku-buku itu ke dalam rumah dan mulai dari sekarang anak-anak kita
juga mulai diajari tentang uang. Ikutilah kursus-kursus tentang
enterpreneurship supaya kita dapat memperbaiki dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan
diri untuk menjadi kaya. Orang-orang kaya yang bijak itu mempunyai nasehat yang
bagus, mereka mengatakan “sebelum Anda menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu
menjadi kaya”. Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis.
Bagi orang kaya biasanya tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya mungkin,
karena itu mereka selalu optimis. Jadi yang harus dihilangkan dari kita itu
adalah pesimis. Saya punya seorang teman sekarang menjadi kaya, dia datang ke
Jakarta hanya sebagai pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak
ketahuan oleh istrinya bahwa dia tidak punya pekerjaan, setiap habis sholat subuh
dia pergi lari olahraga, setelah itu dia memakai pakaian rapi lalu keluar
rumah. Dia juga tidak tahu mau kemana yang penting ke luar rumah. Istrinya
tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan. Nanti di jalan baru ditentukan
siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama
perbaiki dahulu sirkulasi darah kita, olahraga dulu, supaya wajah segar makan
yang banyak. Banyaklah makan yang enak, daging. Sering-sering makan yang enak.
Menurut Utsman bin Affan makanan paling enak itu adalah kambing muda. Setiap
hari mereka makan kambing muda. Makan yang enak, olah raga yang bagus supaya
wajah kita berseri. Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka
mengatakan kenapa orang-orang Barat itu pipinya merah, karena sirkulasi
darahnya bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang timur kalau ketemu
itu auranya pesimis, tidak ada harapan. Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada
harapan yang terlihat, makanya kalau pilih warna baju pilihlah yang
cerah-cerah, Ibnu Taimiyah mengatakan ada hubungan antara madzhab dan batin
kita, pakaian apa yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi kejiwaan kita.
Jangan pakai pakaian orang tua. Ada anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang
tua, bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun pakaiannya seperti apa. Tampillah
sebagai anak muda. Cukur rambut yang bagus, cukur kumis yang rapi janggut
dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada optimisms. Belajarlah sedikit
latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat, perlu sedikit latihan menatap.
Misalnya di pagi hari atau sore hari menjelang matahari terbenam, antum tatap
matahari dan tidak berkedip matanya. Kalau bisa antum bertahan 1 menit itu
bagus, Latihan saja sendiri. Di dalam kamar ambil lilin, matikan lampu, antum
tatap itu lilin dan matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kaiau sudah
terbiasa pandangan matanya kuat. Jadi kalau olahraga teratur, sirkulasi udara
bagus, pikiran jadi segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai pakaian yang
cerah-cerah. Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju putih. Jangan pakai
yang gelap-gelap atau warna yang tidak menunjukan semangat hidup. Jangan juga
berpenampilan seperti orang tua. Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok
orang-orang shaleh kita pakai baju taqwa, itu pakaian orang Cina, pakailah baju
yang segar agar dapat menunjukkan bahwa kita ada semangat. Walaupun Anda sudah
berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan berpenampilan tua, Artinya
kita harus merendahkan diri, sebab uban tanpa diundang dia akan datang. Tadi
tidak perlu menua-nuakan diri dengan sekadar tampil kelihatan dewasa, tua,
bijak. Tampillah sebagai anak muda yang gesit dan optimis.
Ketiga, bergaullah
dengan orang-orang kaya, perbanyak teman-teman antum dan kalangan tersebut. Ini
tidak bertentangan dengan hadits yang mengatakan dalam bab rezeki lihatlah kepada
yang dibawah dan jangan lihat kepada yang di atas. Antum tidak sedang tamak ke
hartanya, tetapi antum sedang belajar kepada mereka. Dahulu saya suka ceramah
di kalangan orang-orang kaya. Waktu saya ceramah di rumahnya Abu Rizal Bakrie
yang saat itu sedang berduit-duitnya, saya duduk dalam 1 karpet, ketika krismon
pada waktu itu, sekretarisnya bilang pada waktu itu, tahu tidak berapa harga
karpet ini. Saya bilang tidak tahu, saya pikir sejadah biasa. Dia bilang karpet
ini harganya 100 ribu dollar. Karpet kecil harganya 1,6 M. Waktu saya selesai
ceramah dikasih amplop, amplopnya tipis. Saya bilang sama sekretarisnya. Ini
amplop kembalikan kepada dia. Bilang sama beliau saya cuma ingin berkawan
dengan dia. Dia belajar agama sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau
saya terima ini, nanti saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata
saya. Saya mau bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya amplop lain kali.
Supaya kita bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya
itu saya selalu menolak, saya tidak terima ini saya ingin bergaul dengan bapak,
saya ingin jadi teman.
Alhamdulillah dari
situ saya banyak teman dari kelompok orang-orang kaya, dan kalau datang kita
belajar, saya bertanya sama mereka kenapa begini, bagaimana caranya, bertanya
kita belajar. Memang di jurusan saya dia belajar dari saya kalau ada yang perlu
didoakan panggil saya, bisa. Tapi kan saya tidak punya ilmu bikin duit
sebelumnya, saya perlu belajar dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya
murid, dalam bab saya dia murid. Jangan karena kita sering ceramah, terus semua
orang kita anggap murid dalam segala aspek.
Saya bergaul dengan
orang-orang kaya dan saya belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya
bikin duit, bagaimana caranya bikin perusahaan sama-sama dan saya tidak malu.
Bergaul dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya tetapi
ambil ilmunya. Jangan minder bergaul dengan orang kaya seperti itu. Awal
lahirnya reformasi, setelah kalah dalam pemilu 1999, kita Poros Tengah kumpul di
rumahnya Fuad Bawazir. Semua orang diam, ada Amin Rais, Yusril, semuanya diam
karena main. Karenanya kita semuanya kalah, tadinya sombong semua. Pak Amin
Rais mengatakan sebelum pemilu, “Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita
tekuk-tekuk, kita kuburkan di masa lalu.” Tidak tahunya Golkar masih di nomor
2. Partainya Pak Amin rendah perolehan suaranya. Suara umat Islam rendah, Jadi
berkumpulah orang-orang kalah ini selama 2 hari. Waktu itu Pak Amin sedang
dikejar-kejar terus oleh Dubes Amerika untuk membuat pernyataan bahwa pemenang
pemilu legislatif yang paling layak jadi Presiden, tapi Pak Amin menghindar.
Jadi saya datang ke rumah Pak Fuad Bawazier, saya bilang Pak Fuad, saya ini
bukang orang politik, saya ini ustadz. Yang saya pelajari dalam syariat kita ini
kalau kita sedang kalah seperti ini jalan keluarnya adalah i’tikaf. Kita
belajar banyak istighfar, tilawah dan seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin
dosa-dosa kita banyak sehingga kita kalah. Dia bilang bener juga ya. Cuma kalau
kita i’tikaf di Indonesia tetap saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita
umrah, Antum ikut ya dari PKS umrah. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3
orang, 4 orang ini naik bisnis first class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang
beli tiket dia soalnya. Mau diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini,
terima apa adanya dahulu. Tapi waktu itu kita dengan lugu datang menghadap Pak
Fuad. Saya bilang Pak Fuad berapa harga tiket First Class. Dia bilang pokoknya
2 kali lipat dari harga ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi pada waktu itu 1000
dollar harga first class itu sekitar 2000 dollar. Kenapa kita tidak sama-sama
di kelas ekonomi saja, dan selisihnya kita infaqkan untuk orang miskin. Ini kan
masyarakat kita lagi susah. Dia ketawa dia bilang ya akhi, nanti ini ana infaq
lagi insya Allah untuk orang faqir, tapi ana tolong dong di first class tidak
mungkin ana turun di kelas bawah.
Kita tidak tahu apa
nilai yang berkembang pada orang kaya, kenyamanan itu adalah nilai pada mereka.
Mereka menghemat energi, tenaga. Dan, angka besar pada kita itu angka kecil
bagi mereka. Uang 1 milyar 2 milyar itu uang jajan. Kalau kita, belum tentu
punya tabungan sampai mati sejumlah itu. Itu masalah cita rasa. Cita rasa pada
orang kaya itu berbeda. Ini yang kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka
itu adalah ini. Dengan begitu kita menjiplak sedikit emosinya. Karena dalam
pergaulan itu, kalau kita bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia
parfum, Kalau dia parfum dia menyebarkan wangi, kalau dia api menyebarkan
panas, Orang jahat itu api, kalau anturn dekat-dekat akan menyebarkan panas.
Orang baik itu parfum, kalau antum dekat-dekat setidak-tidaknya bau badan kita
tertutupi oleh parfum tersebut. Jadi ikut-ikut karena kita ingin perbaiki
selera. Jadi antum kalau punya waktu-waktu kosong jalang-jalanlah ke mall,
lihat-lihat orang kaya tidak usah belanja, liha-lihat saja dulu, memperbaiki
selera. Datang ke showroom mobil, datang ke pameran mobil, lihat-lihat
pegang-pegang. Rajinlah berdo’a. Bergaullah dengan orang kaya.
Selain itu, rajinlah
berinfaq walaupun kita miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap mengganggap uang
itu kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam fikiran kita. Misalnya kita
punya tabungan 10 juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti ada yang lebih
besar dari ini. Jadi angka itu terus bertambah di kepala kita, walaupun dalam
kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq seperti itu, kita memperbaiki cita
rasa kita tentang angka. Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawinya bagi
kita akan bertambah terus. Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan
mobil, sekali waktu kita berusaha untuk menginfaqkan mobil. Begitu antum punya
uang sedikit terus berinfaq, terus seperti itu kita latih sambil menjaga jarak.
Kita membuat sirkulasi jadi bagus.
Kelima adalah
mulailah melakukan bisnis real. Terjun ke dalam bisnis secara langsung. Karena
Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu ada dalam perdagangan. Saya juga
ingin menasehati ikhwah-ikhwah yang sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan
mengandalkan mata pencaharian dari gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum
tentu kader-kader di Riau ini nanti masih menginginkan Pak Khairul untuk
periode selanjutnya. Belum tentu juga jama’ah menunjuk kita lagi sebagai
anggota dewan, padahal gaya hidup sudah berubah. Anak-anak kita kalau kenalan
dengan orang, bapak saya anggota dewan padahal itu hanya sirkulasi. Jadi setiap
kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena pekerjaan seperti ini,
kita-harus hati-hati itu bahaya. Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari
bisnis. Oleh karena itu, mulai sekarang itu belajarlah terjun ke dunia bisnis.
Jatuh bangun waktu
bisnis tidak ada masalah, terus saja belajar. Tidak ada juga orang langsung
jadi kaya. Yang antum perlu terus berbisnis. Begitu juga dengan para ustadz,
teruslah bisnis. Begitu juga dengan seluruh pengurus DPW-DPD dan seterusnya.
Teruslah berbisnis. Lakukan bisnis sendiri. Sesibuk-sibuknya kita, kita perlu
mempunyai bisnis sendiri sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber
rezeki yang sebenarnya. Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki
itu datangnya dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari pedagang dan hanya 1 pintu
untuk yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu para professional.
Misalnya akuntan itu kan professional, pekerja pintar, tapi kalau sumber
rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga begitu sumbernya satu, yakni
gaji bulanan, itu hanya 5 tahun. Itu pun kalau tidak di PAW sebelumnya. Jadi
kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hari-hati jangan sampai
mengandalkan mata pencaharian dari situ. Selain itu potongan dari DPP, DPW, DPD
juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari di sumber lain.
Waktu kita terjun ke
bisnis, kita pasti gagal. Gagal pertama, gagal kedua, gagal ketiga, gagal
keempat tapi teruslah jangan pernah putus asa. Saya punya partner bisnis. Dia
mulai bisnis umur 16 tahun, semua jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu
waktu dia mempunyai 38 perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang
menghasilkan uang, Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah
pandang terhadap orang kaya. Kita pikir tangannya tangan dingin semua yang
disentuh jadi uang. Ternyata tidak juga.
Jadi hal-hal seperti
itu harus kita hadapi secara wajar jangan shock kalau rugi. Jangan berfikir
dengan berdagang antum akan cepat jadi kaya, yang menentukan antum cepat
berhasil dalam dagang itu adalah secepat apa antum belajar. Cara belajar itu
ada dua: baca buku atau sekolah atau bergaul dengan orang-orang sukses, nanti
kalau sudah baca buku sudah bergaul dengan orang sukses, masih gagal juga.
Teruslah berdagang, teruslah-bergaul, teruslah seperti itu karena setiap orang
tidak tahu kapan saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.