Jakarta (29/01) -- Pernyataan Menko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) terkait impor garam patut dipertanyakan keseriusan dan realisasinya. LBP pernah menyatakan memang Indonesia harus impor garam, kemudian lain waktu meminta setop impor garam karena bikin kacau.
"Harusnya LBP betul-betul memikirkan bagaimana solusi tata niaga garam ini, keluhan petani garam dan pengusaha produsen garam di Rembang dan Pati kondisi 2018 dan 2019 paling buruk sejak 1986 artinya kebijakan garam tidak banyak mengalami perubahan," kata Riyono anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jawa Tengah.
Saat ini produksi garam nasional hanya mampu 2 juta ton/tahun. Sedangkan kebutuhan garam konsumsi dan industri 3 juta ton. Ada defisit kebutuhan garam industri 1 juta ton/tahun. Saat ini harga garam hancur, hanya 350 rupiah/kg padahal ongkos produksi 750 rupiah. Petani sudah rugi 400 rupiah dan semakin terpuruk oleh garam impor yang rembes ke pasar atau konsumen.
"Kalau Pak LBP serius harusnya segera benahi tata niaga garam, cabut PP No 9 tahun 2018 tentang Kebijakan Impor garam yang memberikan jalan gelap impor merajalela," usul Riyono Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (BPPN) DPP PKS.
Penderitaan petani garam semakin dalam, petani penggarap hanya diberi upah 25.000 per hari atau 200.000 per pekan. Petani sudah enggan menjual garamnya, bahkan di Madura garam dibuang ke jalan sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah.
"Kita tunggu konsistensi Pak LBP soal setop impor garam, kapan akan direalisasikan," pungkas Riyono.