|
Prabowo Subianto kala muda. (Foto: Kaskus) |
Jakarta
– Politisi muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah
membeberkan alasan mengapa rakyat Indonesia harus memilih sosok Prabowo
Subianto sebagai Presiden. Hal itu diungkapkan pria yang juga Wakil
Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS ini dalam akun twitter pribadinya,
@Fahrihamzah, Jumat (30/5/2014).
Menurut Fahri, sosok Prabowo adalah sosok pria yang
memiliki kelebihan, salah satunya adalah mampu bekerja meskipun dalam
senyap. “Perjalanan kemarin, membuat teman-teman media menjadi lebih
mengerti tentang Prabowo, menarik, Prabowo memang selama ini menjadi
politisi yg banyak bekerja tanpa publikasi,” kicau Fahri.
Lebih lanjut, Fahri mengungkapkan bahwa latar
belakang Prabowo yang seorang militer telah membuat sikap dan mentalnya
teruji, meskipun jauh dari hiruk – pikuk pencitraan.
“Begitulah kebiasaan tentara, meniti karier tidak
di bawah gemerlap kamera tapi dibawah Desing peluru, hanya dua pilihan,
tertembak atau menembak, terbunuh atau membunuh, begitulah amanah negara
padanya, hidup yang tiada mudah dilalui dalam masa pancaroba,”
jelasnya.
Fahri Hamzah juga menyebut bahwa sikap Prabowo yang
mengayomi anak buahnya selama di lapangan ini terpinspirasi dari pesan
dari mertuanya yang juga Presiden Indonesia kala itu, Soeharto.
“Suatu hari, sebagai mantu Presiden, ia harus pergi ke Medan tempur, presiden memanggilnya. Dan
seperti pengakuannya, ia menyangka akan diberi sangu, ternyata Pak
Harto menitipkan kepadanya tiga pesan, yakni ojo lali, ojo dumeh dan ojo
ngoyo. (Jangan lupa, jangan sombong, jangan maksa),” papar pria yang
merupakan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Pesan Presiden tersebut, kata Fahri, dibawa Prabowo
sebagai bekal, dikarenakan makna dari pesan tersebut yang begitu dalam,
yang pada intinya agar jadi pribadi stabil dan tak mudah menyerah tapi
tau batas.
“Dan pesan itu tak hanya dipegangnya, tetapi juga
dijadikan semboyan kesatuannya dalam menghadapi Medan, para prajurit
menghadapi masalah dengan aplikasi dari pesan itu. Mereka survive dan
menjadi kesatuan terbaik, sedangkan Prabowo sendiri menjadi prajurit
tangguh, dan menjadi komandan yang dicintai anak buahnya,” tandas Fahri.
Puncak dan akhir karir militer Prabowo
Fahri lalu melanjutkan kicaunnya di twitter dengan
menyebut bahwa pada tahun 1998 adalah puncak karir militer sekaligus
masa – masa senja Prabowo menjadi legenda militer. “Legenda karir
militernya terus menyebar terutama ketika ia menjadi DANJEN KOPASSUS, ia
memimpin pasukan paling elit yang tidak saja disegani di negeri ini
bahkan disegani di negara lain,” katanya.
Lalu kemudian, imbuh Fahri, datanglah masa-masa
puncak ketika sebagai Pangkostrad arus reformasi datang, menyapu apa
yang mapan.”Prabowo ada dalam pusaran itu, dan sampai hari ini, sebagian
kontroversi masih dilekatkan padanya, Prabowo tidak ngoyo, hidup harus
terus jalan, resiko dijalaninya dengan tetap memegang pesan orang Jawa,
Ojo lali, ojo dumeh, ojo gumunan, ojo ngoyo,” jelas Fahri.
Fahri kemudian melanjutkan kicauannya mengenai
Prabowo pasca militer, dimana ia menyebut setelah pensiun, Prabowo lalu
menekuni bisnis.
“Prabowo melanglang Buana, membangun kerajaan
bisnisnya, bersama adiknya Hasyim, mereka mengembangkan kemampuan dasar
keluarga djoyohadikusumo turun temurun, mereka adalah pebisnis yang
telah memulai sejak zaman jauh sebelum kemerdekaan,” jelasnya.
Merintis Partai Politik
Lebih lanjut, Fahri menjelaskan bahwa bisnis
Prabowo maju dan ia pun memulai sebuah kesibukan Baru, merintis sebuah
partai politik, Gerindra. “Saya harus akui, saya termasuk yang skeptis
dengan partai ini awalnya, Karena saya kira tdk serius, Tapi ternyata,
partai ini punya Second layer yang memiliki kapasitas manajerial dalam
membangun sistem,” ungkap pria asal Nusa Tenggara Barat ini.
Menurut Fahri, hal itulah yang menjelaskan kenapa
mereka juga dapat mencapai kemenangan politik yang relatif nyata. “Fadli
Zon, Ahmad Muzani, Desmond, Edhi Prabowo, dan begitu banyak nama adalah
aktifis lama yang mengelola Gerindra, dan dengan kepemimpinan Prof.
Suhardi, seorang guru besar yang santun dan baik, Gerindra telah
menunjukkan kemampuannya dalam merebut hati rakyat Indonesia,” jelasnya.
Berkat kemampuan Prabowo dalam mengelola bisnis dan
partai inilah, Fahri optimistis peluang Prabowo menang di Pemilihan
Presiden cukup besar. “Jika kita hitung Persentase capaian kursi, maka
Prabowo efecct pada Gerindra jauh lebih besar, maka, sesuatu yang wajar
jika kemenangan Prabowo dan peluangnya nampak semakin besar,”kicau
mantan pendiri Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ini.
Pencapresan Prabowo adalah panggilan jiwa
Terkait pencapresan Prabowo, Fahri kemudian
menyebut bahwa hal ini adalah panggilan pada diri dan jiwa Prabowo.
“Inilah panggilan Nusa, Prabowo Tak tahan melihat rintihan kemiskinan
dan ketidakberdayaan bangsanya, ia membaca Sukarno, bahwa keluhan
Sukarno 80 tahun lalu masih menjadi keluhan kita hari ini,”ungkap Fahri.
Kala itu, lanjut Fahri, Sokarno mengeluhkan kita
masih menjadi bangsa konsumen dan kita mengimpor hampir semua yang kita
konsumsi. “Orang-orang Indonesia masih menjadi kuli! dan kuli di antara
bangsa-bangsa. Prabowo berteriak seperti Sukarno, apakah kita tidak
punya hak untuk menjadi kaya dan menjadi tuan di negeri sendiri?,” kata
Fahri di akhir kultwitnya yang bertagar #kenapaPrabowo itu.
“Inilah panggilan yang mengguncang dadanya. Dia membaca Sukarno masih relevan,” pungkas jubir timses Prabowo-Hatta.