Menjelang pemilihan umum 9 April 2014, peta persaingan antar partai semarin seru. Masing-masing partai memanfaatkan segala amunisi untuk menarik simpati masyarakat. Mulai dari dana, kader, media, sampai dengan jasa lembaga survei untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas partai. Perang opini dan konspirasi mulai dilancarkan dengan tujuan utama: menaikkan citra diri dan (kalau perlu) menjatuhkan citra lawan.
Beberapa berita politik nasional yang menghiasi media akhir-akhir ini menjadi penegas bahwa pertarungan politik akan terus berlangsung. Kalau dikerucutkan, setidaknya ada empat partai politik yang saat ini menjadi trending topic media: Partai Demokrat (PD), Partai Golongan Karya (Golkar) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PD menjadi terkenal dengan kasus hambalang dan SKK Migas, Golkar dengan kasus Akil Mokhtar dan dinasti Atut di Banten, PDIP menjadi heboh dengan Jokowi dan Rano Karno, dan PKS dengan kasus LHI dan bumbu-bumbu poligami-nya. Sebenarnya masih ada partai-partai lain, seperti Hanura dan Gerindra yang sering diberitakan di media, akan tetapi keempat partai di ataslah yang sekarang menjadi buruan media, baik media cetak, elektronik, maupun sosial media.
Dari sekian partai-partai di atas, partai yang menurut saya fenomenal dari segi pemberitaan adalah PKS. Saat PKS terkena kasus impor sapi yang akhirnya (secara kontroversial) menyeret LHI, presiden PKS saat itu, ke penjara, pemberitaan media begitu masif dan heboh. Meski kadang tidak masuk akal, berita-berita tentang PKS dan “kejelekannya” diulas secara detail dan terkesan ”lebay”. Pihak-pihak yang tidak suka dengan PKS seolah ingin mengatakan bahwa masa depan PKS, partai Islam terbesar di Indonesia, telah tamat. Bagi mereka, citra PKS sebagai partai dakwah yang bersih, peduli, dan profesional telah ternoda dengan kasus LHI tersebut. “PKS sama saja dengan partai lainnya, suka korupsi juga”, Begitu kurang lebih pesan yang ingin disampaikan kepada khayalak ramai.
Memang, dampak kasus LHI membuat shock kader dan sedikit “guncangan” di tubuh PKS. Walaupun menurut beberapa pakar hukum, LHI tidak bersalah, tingkat ketsiqohan (kepercayaan) kader PKS kepada pemimpinnya mengalami gangguan yang cukup dahsyat. Beberapa kader pun sempat menepikan diri dari aktivitas partai. Singkat kata, kepercayaan diri kader PKS untuk mendakwahkan program-program partainya ke masyarakat menurun cukup drastis.
Namun, kondisi di atas tidak berlangsung lama. Kepiawaian presiden baru PKS, M. Anis Matta, dalam mengkonsolidasikan kader membuat prahara yang menimpa PKS secara perlahan berubah menjadi anugerah. Nahkoda baru PKS tersebut mampu memompa semangat “awak kapalnya” untuk bekerja keras memperbaiki kapal PKS yang “rusak hebat” akibat hantaman badai. Kemenangan kader PKS maupun calon yang didukung PKS di beberapa pilkada di daerah-daerah menjadi salah satu indikator bahwa kapal PKS mulai berlayar kembali. Slogan baru CINTA, KERJA, dan HARMONI mampu diimplementasikan dengan baik oleh para kader di lapangan. Kesolidan dan militansi kader terus meningkat dan siap menembus 3 besar pemenang pemilu 2014.
Salah satu modal penting yang dimiliki PKS untuk terus melaju adalah “awak kapal” atau sumber daya manusia (SDM) yang mayoritas berisi orang-orang muda yang mapan dalam hal pendidikan, ekonomi, dan pengetahuan berpolitik. Komposisi demografi kader PKS seolah mewakili demografi Indonesia yang saat ini didominasi oleh generasi muda yang oleh M.Anis Matta disebut “the new majority of Indonesia”. Generasi inilah yang dianggap menjadi salah satu penentu masa depan baru Indonesia atau biasa dinamakan oleh Anis Matta dengan sebutan Gelombang Ketiga Indonesia.
Dengan bermodalkan “awak kapal” yang fresh dan mumpuni tersebut, kapal PKS mencoba tetap melaju di atas gelombang lautan Indonesia setelah sebelumnya terombang-ambing dalam badai. Kini kapal tersebut terus berjalan dan sebentar lagi akan memasuki arena pemilihan umum tahun 2014. Tentu saja perjalanan ke sana tidak selalu berjalan dengan mulus. Masih ada saja pemberitaan-pemberitaan yang berusaha menghentikan laju kapal PKS, tidak hanya berita politik, tetapi berita yang seharusnya masuk ranah privat juga ikut dipolitisasi. Setelah LHI divonis enam belas tahun penjara, pemberitaan tentang LHI belum usai. Ketika istri ketiga LHI (sebagian media menambahkan kata muda dan cantik) menjenguk LHI di penjara, media ramai memberitakannya. Media seolah ingin mengingatkan kembali publik tentang praktik poligami di kalangan petinggi PKS. Tidak hanya LHI, kisah poligami Anis Matta dengan perempuan Hongaria juga menjadi topik nasional. Namun, pembahasan topik ini tidak berkepanjangan, karena Fahri Hamzah (dalam twitter-nya yang panjang) secara gamblang menjelaskan kisah poligami Anis Matta agar publik tidak salah dalam menilai.
Kapal PKS pun terus melaju. Aksi sosial dan pelayanan kepada masyarakat terus dilakukan. Para kader seolah tidak terpengaruh dengan pemberitaan negatif media massa dan hasil survei yang memprediksi suara PKS di pemilu 2014 akan anjlok. Mereka terus bergerak dengan jargon #AYKTM (Apapun Yang Terjadi Kami Tetap Melayani). Contoh terbaru adalah kiprah kader dan relawan PKS dalam membantu korban banjir Jakarta dan Manado. Meski minim publikasi -kalaupun ada itu sifatnya cibiran dan kritikan- kader PKS dengan sigap membantu para korban banjir. Bahkan presiden PKS, Anis Matta, ikut terjun langsung menolong dan menyapa warga korban banjir. Mereka ingin menjawab berbagai tudingan dan cibiran negatif dengan aksi nyata, bukan sekedar retorika belaka. Mereka ingin tetap bekerja, ada atau tidak ada pemilu. Tugas mereka adalah menolong dan melayani warga, tanpa mempedulikan apakah mereka nanti akan memilih PKS atau tidak. Karena bagi para kader PKS, menolong sesama adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
Kita tentu berharap agar kapal PKS terus melaju mengarungi luasnya lautan peradaban Indonesia dan berdampingan dalam harmoni dengan kapal-kapal politik lain. Sudah saatnya aksi saling membocori dan menghancurkan kapal orang lain dihentikan. Sudah lama lautan politik Indonesia tercemari dengan limbah kebencian, saling jegal, dan saling sikut yang mengakibatkan rakyat menjadi korban. Dan, kinilah saatnya kita bersama membersihkan limbah tersebut dengan cinta dan kerja nyata.
Oleh: Efan
Sumber: islamedia.web.id