Oleh: Ahmad Mifdlol Muthohar, Lc.
Siapapun yang memiliki sebuah ideologi dan hendak
mempertahankannya, umumnya ia akan mengalami perjuangan berat yang tidak
semua orang dapat bertahan. Di sinilah akan berbeda antara emas dan
loyang. Siapa yang benar-benar berjuang dan siapa yang hanya
berpura-pura. Apalagi jika ideologi yang diusung tersebut adalah
ideologi yang terinspirasi oleh pengamalan ajaran Islam. Bahkan Allah
ta’ala dengan jelas menyebutkan bahwa siapa yang mengatakan dirinya
beriman maka akan diuji (QS. Al-Ankabut: 2), bahkan akan digoncang
dengan dahsyat (QS. Al-Baqarah: 214).
“Sejarah selalu berulang”, demikian ungkap Ibnu Khaldun, sosiolog
muslim berabad-abad lampau. Berapa banyak tokoh-tokoh muslim yang
dijebloskan penjara oleh rezim-rezim zalim. Nabi Yusuf ‘alaihissalam
adalah salah satu korban keteguhan memegang sebuah prinsip, yakni
prinsip menjauhi dosa besar zina yang telah di hadapan mata. “Wahai
Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka
kepadaku”, demikian ungkap Yusuf ‘alaihissalam ketika menolak sandiwara
perzinaan dari seorang wanita (QS. Yusuf: 32-33).
Di sini sudah tidak berlaku logika pengadilan murni, yang ada
hanyalah logika syahwat emosional seorang isteri penguasa. Jika
dipikir-pikir, tidak akan pernah ada bukti-bukti yang dapat
menjebloskannya ke penjara. Bahkan ada saksi ahli dari keluarga penguasa
yang menyatakan bahwa jika pakaian Yusuf ‘alaihissalam yang robek
adalah bagian depan, maka Yusuf ‘alaihissalam salah. Namun jika bagian
belakang yang robek, maka wanita itu yang salah. Faktanya ternyata yang
robek adalah bagian belakang dari pakaian Yusuf ‘alaihissalam. Namun
demikian, fakta itu tidak penting di tangan pemegang otoritas, sang
penguasa tirani. Yusuf ‘alaihissalam tetap saja di penjara. Menurut
Ikrimah, akhirnya Yusuf ‘alaihissalam dipenjara selama 7 tahun.
Sedangkan al-Kalby menyebutkan, bahwa Yusuf ‘alaihissalam dipenjara
selama 5 tahun. Demikian penjelasan mereka dalam tafsir al-Baghawy.
Tentu semua itu tidak luput dari skenario Allah ta’ala. Tidak ada
kata dendam sedikit pun pada diri Yusuf ‘alaihissalam ketika itu memang
telah diputuskan oleh penguasa. Yusuf ‘alaihissalam berusaha menikmati
kehidupan barunya dengan penuh suka cita, karena telah terbebas dari
fitnah yang sangat besar. Dalam penjara, Allah ta’ala menyempurnakan
karakter Yusuf ‘alaihissalam dalam hal kedermawanan, amanah, kejujuran,
perilaku baik, memperbanyak ibadah dan mengetahui ta’wil mimpi, untuk
sebuah rencana besar di masa mendatang.
Singkat cerita, lalu Allah ta’ala membuka cerita yang sesungguhnya,
setelah tujuh tahun di penjara tadi, dan berlakulah hukum Allah ta’ala
yang juga akan berlaku sepanjang zaman, “Mereka membuat skenario (makar)
dan Allah juga membuat skenario. Dan Allahlah sebaik-baik pembuat
skenario” (QS. Ali ‘Imran: 54). Sejarah lalu berbalik membela dan
meninggikan Yusuf ‘alaihissalam. Makar Allah ta’ala yang sangat tampak
dalam hal ini adalah mengajarkan pada Yusuf tentang ta’wil mimpi, lalu
memberikan sebuah mimpi pada raja yang tidak bisa dita’wilkan oleh
siapapun kecuali Dzat Yang Memberi mimpi. Di sini sangat kentara antara
mimpi raja dan kemampuan ta’wil mimpi Yusuf, yang keduanya sama-sama
dari Allah ta’ala.
Dan kemudian Yusuf ‘alaihissalam menjadi menteri yang berkuasa,
melalui intervensi dari Allah ta’ala. Menurut Ibnu Katsir, tujuh tahun
pertama Yusuf ‘alaihissalam berkuasa, Mesir dalam kondisi subur dan
hasil bumi melimpah ruah. Lalu tujuh tahun berikutnya terjadilah
paceklik. Pada masa inilah saudara-saudara Yusuf datang untuk membeli
makanan pokok di istana Yusuf.
Ar-razy menambahkan bahwa masa Nabi Ya’qub ‘alaihissalam tinggal
bersama Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah 24 tahun. Setelah itu Nabi Yusuf
‘alaihissalam masih berkuasa lagi di Mesir selama 23 tahun berikutnya.
Jadi, dari pernyataan Ibnu Katsir dan Ar-Razy di atas, dapat
diperkirakan, bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkuasa di Mesir lebih
dari 55 tahun, dengan asumsi kedatangan saudara-saudara Yusuf
‘alaihissalam adalah pada tahun pertama paceklik (8 tahun)+(24
tahun)+(23 tahun).
Nabi Yusuf ‘alaihissalam masuk penjara selama 7 tahun karena
terzalimi, lalu Allah ta’ala memuliakan yang bersangkutan berkuasa
selama 55 tahun, yang berarti 7 kali lipatnya lebih. Demikianlah
sunnatullah dalam perjuangan. Wamakaruu wamakarallah, wallahu khairul
makirin. Wallahu a’lam bishshawab.