Boyolali - Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menilai kebijakan anggaran Bupati Boyolali, Seno Samodro, masih belum mencerminkan keberpihakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.
Pegiat Pattiro, Alif Basuki, mengatakan kebijakan Bupati sangat berpotensi hanya menghambur anggaran untuk kepentingan politik kelompoknya saja, apalagi pada 2015 bakal dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) sehingga Bupati terbukti memperbesar alokasi dana hibah senilai Rp71 miliar sebagai dana politik menjelang Pilkada.
“Hal tersebut diperparah dengan peran DPRD [Dewan Perwakilan Rakyat Daerah] Boyolali tidak serius dalam pembahasan RAPBD [rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah] 2015. Buktinya, dari proses pembahasan yang dilakukan para wakil rakyat tersebut tidak menyentuh problem-problem krusial yang dihadapi masyarakat terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di Boyolali,” kata Alif kepada Solopos.com, Selasa (25/11).
Alif menyampaikan bahkan semua fraksi yang tercermin dalam pandangan akhir fraksi yang disampaikan tidak melakukan kritik tajam terhadap banyak pos anggaran yang berpotensi terjadi pemborosan dan kebocoran anggaran dalam implementasinya nanti.
Selain itu, anggota DPRD juta tidak memperhatikan program-program yang tidak menyentuh hajat hidup masyarakat Kota Susu.
“Misalkan saja rencana pengadaan kendaraan dinas Rp2 miliar, membuat kebijakan investasi senilai Rp7,5 miliar. Kelanjutan pembangunan kompleks kantor terpadu Pemkab senilai Rp3 miliar, serta masih tingginya belanja pegawai yg di peruntukan untuk kepanitiaan PNS [pegawai negeri sipil] dalam menjalankan tugasnya dengan dana Rp36 miliar,” ujar Alif.
Alif menambagkan hal lain yang perlu dicermati, yakni bertambahnya dana hibah menjadi Rp71 miliar dari tahun sebelumnya senilai Rp64 miliar. Jumlah dana hibah yang besar, lanjut dia, sangat berpotensi terjadi kerawanan untuk digunakan sebagai dana politik oleh Bupati ataupun “orangnya” Bupati yang akan maju lagi dalam Pilkada 2015.
“Ketidak seriusan dewan dalam pembahasan RAPBD 2015 menandai bahwa peran dan fungsi dewan sebagai fungsi budget lebih buruk dari anggota dewan pada periode sebelumnya. Sehingga hanya menjadi stempel dan alat legitimasi guna menyepakati kebijakan anggaran yang disampaikan Bupati,” imbuh dia.
Dengan kondisi pemerintahan yang ada di Kota Susu, lanjut Alif, mewakili masyarakat pihaknya sangat kecewa dengan kinerja dewan yang tidak berperan secara serius dalam meperjuangkan anggaran untuk prioritas kepentingan publik.
Bahkan, menurut Alif, publik hearing yang dilakukan, Jumat (21/11), sebagai kamuflase saja lantaran tidak diakomodir oleh DPRD dalam pandangan fraksi-fraksi mereka.
“Artinya saat ini telah terjadi persekongkolan antara eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan APBD hanya untuk kepentingan kelompok dan rutinitas dalam menghabiskan anggaran. Peran dan fungsi dewan sebagai yang punya kuasa untuk mengkritik kebijakan anggaran dan mencoret anggaran yang berpotensi boros ternyata tidak digunakan,” ujar Alif.
Sumber: solopos.com