Jakarta (25/1) – Anggota Badan Legislatif DPR RI Almuzzammil Yusuf menegaskan bahwa Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menerima hasil Panitia Kerja (Panja) Prolegnas 2016. Namun demikian, FPKS memberikan enam catatan, yaitu terhadap lima RUU dan satu tata tertib (tatib) Baleg DPR.
Pertama, FPKS memberikan tenggat waktu penyelesaian RUU Kitab UU Hukum Pemilu atau RUU Penyelenggaraan Pemilihan Umum, selambat-lambatnya tahun 2017. Oleh karena itu, FPKS berharap pemerintah segera memberikan surat kepada DPR untuk membahas bersama mulai dari tahun ini.
“Karena kita belajar dari kesuksesan pembahasan yang sama di periode lalu, kita bisa menyelesaikan UU Pemilu itu dua tahun sebelum pemilu berlangsung,” jelas Almuzzammil Yusuf dengan didampingi oleh Anggota Baleg DPR RI dari FPKS lainnya, yaitu Tifatul Sembiring dan Martri Agoeng.
Kedua, FPKS memberikan tenggat waktu kepada Komisi VII untuk membahas Revisi UU Minerba dan Migas selambat-lambatnya enam bulan dari sekarang. Oleh karena, menurut Almuzzammil, jika suatu RUU sudah masuk dalam Prolegnas, sudah diasumsikan memiliki draf serta Naskah Akademik (NA) dari RUU tersebut. Sehingga, seharusnya tidak ada persoalan bagi Komisi VII untuk memperlambat pembahasan.
“Namun demikian, jika hal tersebut tidak tercapai, perlu kita percayakan kepada pemerintah untuk mengambil alih pembahasan. Pemerintah juga punya urgensi atas RUU ini. Jangan sampai DPR seolah menyandera RUU yang akhirnya juga memperburuk citra di mata publik,” jelas Legislator PKS dari dapil Lampung 1 ini.
Ketiga, FPKS mendorong agar segera disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN), yang berdasarkan perubahan atas UU 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Menurut Almuzzammil, karena sudah memiliki NA serta draf RUU tersebut, maka tidak ada halangan untuk tidak segera disahkan pada tahun 2016.
“Urgensinya pun untuk melindungi 6 juta TKI kita yang 60 persennya adalah sektor domestik (pembantu rumah tangga). Jadi ada sekitar 3,6 juta mereka yang tidak terlindungi di luar negeri jika UU ini tidak segera disahkan,” tegas Almuzzammil.
Keempat, FPKS mendorong dimasukkannya Revisi UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika ke dalam Prolegnas Prioritas 2016. Oleh karena, menurut Almuzzammil, ada jenis narkotika yang belum masuk dalam daftar yang dilarang dalam UU tersebut saat ini. Selain itu, dampak dari Narkoba, secara kualitas lebih bahaya dan secara kuantitas lebih banyak, dibandingkan dengan bahaya terorisme.
“Apalagi dalam konteks perusakan generasi muda. Darurat narkoba ini luar biasa. Sehingga, kalau perlu ini jadi prioritas, tidak ada salahnya, walaupun ini persoalannya ada pada persoalan Naskah Akademis,” tambah Almuzzammil.
Kelima, FPKS mendorong agar pembahasan Revisi UU KPK nomor 30 tahun 2002 mengutamakan masukan dari KPK. Oleh karena, FPKS ingin agar pembahasan revisi tersebut tidak kontraproduktif dengan semangat reformasi, serta meminimalisir kecurigaan publik terhadap institusi DPR.
“Sehingga, DPR dengan sadar betul bahwa pembahasan ini untuk memperkuat pesan reformasi, yaitu pemberantasan korupsi tanpa politisasi. Pemberantasan korupsi dengan penegakan Hukum dan HAM,” tegas politisi tiga periode di DPR RI ini.
Keenam, FPKS mendorong perbaikan tata tertib (tatib) dan kewenangan Baleg dalam upaya untuk memperbaiki produktivitas DPR dalam menyusun UU. “Kalau kewenangan Baleg masih seperti ini, saya kira diniscayakan produktivitas UU kita tidak akan banyak berubah. Jadi, perbaikan ini menjadi penting kalau kita bicara penyelesaian prolegnas,” jelas Almuzzammil.
Sebagaimana diketahui, hari ini, Baleg DPR RI rapat bersama dengan Kemenkumham dan DPD RI untuk memutuskan Prolegnas yang akan diselesaikan tahun ini. Terdapat 22 RUU yang menjadi inisiatif DPR, 2 RUU inisiatif DPD, 12 RUU inisiatif Pemerintah, dan 4 RUU inisiatif bersama.