Majukan Ekonomi Kreatif, Dennis: Buang Tifatul Jauh-jauh ke Arab!
Jakarta: Industri ekonomi kreatif kini tengah tumbuh pesat. Tak jarang banyak anak muda yang memiliki kreativitas tinggi menjadikannya lahan bisnis.
Salah satu pelaku industri ekonomi kreatif, Dennis Adhiswara, mengaku respons masyarakat kini sangat positif pada produk industri ekonomi kreatif. Dirinya pun memiliki harapan tersendiri pada pemerintahan mendatang.
"Pertama perbanyak ruang eksibisi dan kegiatan pameran untuk para pelaku industri kreatif dalam memamerkan hasil karyanya. Kedua, perbanyak workshop juga untuk kami dan UKM-UKM sehingga kami bisa mengelola usaha dengan baik," tuturnya pada Metrotvnews.com, di Popcon Asia 2014, di Gedung Smesco Hall, Jakarta, Sabtu (20/9/2014).
Harapan berikutnya yakni mengganti Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, dengan orang-orang yang lebih kompeten dibidangnya.
"Buang Tifatul jauh-jauh ke Arab. Kita butuh internet yang maju dengan koneksi cepat, bukan maju mundur seperti sekarang," tegasnya.
Harapan terakhir adalah pemerintah mau membangun infrastruktur agar koneksi internet semakin kencang dan tersebar merata di seluruh Indonesia.
"Kita punya banyak orang-orang kreatif yang tersebar di seluruh pulau Indonesia yang sulit memperlihatkan karyanya karena terbatas dengan koneksi internet," tutupnya.
Sekadar informasi, Dennis Adhiswara adalah aktor dan model terkenal yang kini beralih profesi berbisnis di industri ekonomi kreatif. Ia meluncurkan Layaria.com yang merupakan portal video studio online yang memamerkan video-video pendek berdurasi di bawah lima menit.
Ada puluhan video kreatif karya anak bangsa yang padat akan unsur nusantara dan kedaerahan yang dapat disaksikan secara gratis oleh masyarakat disitus www.layaria.com.
(sumber: http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/09/20/294344/majukan-ekonomi-kreatif-dennis-buang-tifatul-jauh-jauh-ke-arab)
CATATAN:
Pertama, saya kaget membaca judul dan isi yang tidak ber-etika semacam ini. Bahkan penuh kebencian. Terlebih bawa-bawa "Arab". Maksudnya apa? Maunya apa? Apa ini bukan RASIS? Terus apa membuang/mengusir orang itu bukan penghinaan? Apa ucapan seperti ini tidak akan kena delik UU ITE? Masih hangat dalam ingatan kita kasus Florence Sihombing yang dipolisikan gara-gara memaki-maki kota Yogyakarta di media sosial.
Kedua, soal internet lambat di era Tifatul jadi Menkominfo. Benarkah demikian? Internet Indonesia tahun 2014 ini menurut laporan Akamai sudah mencapai 2,37 Mbps, naik hampir 400% dari waktu pertama pak Tifatul menjabat.
Ini FAKTA. Ragu? cek deh laporan akamai di sini, pada jaman menteri sebelumnya menjabat, kecepatan internet Indonesia malah turun 20% dari pertama waktu menjabat.
Mungkin peningkatan kecepatan internet yang sudah dicapai Tifatul (naik 400%) belum sesuai harapan Dennis Adhiswara. Tapi mengatakan bahwa kecepatan internet di era Tifatul mengalami kemunduran adalah sebuah kebohongan publik.
Secara teknologi kecepatan Internet HSPA di Indonesia sudah bisa up to 21 Mbps utk Downlink dan 5,6 Mbps utk uplink, krn sudah menggunakan modulasi 64 QAM.
Utk 4G/LTE in practical bisa sampai 70 Mbps (in theory bisa 120 Mbps). Bpk Tifatul pernah merasakan menggunakan LTE pada saat trial LTE di event APEC 2013.
Jadi, si Dennis itu lah yg gaptek
Biasa lah banyak haters yg kurang cerdas. Hehe. (komen M Irwan Harahap via fb)
Ketiga, kritik tentang penyebaran internet yang dikatakan belum merata di seluruh Indonesia. Tentang hal ini bisa dibaca penjelasan Tifatul Sembiring yang pernah disampaikan langsung ke publik di media social lewat twitter. (Baca: Tifatul Beberkan Prestasi Kemenkominfo di Twitter)
Beberapa point yang disampaikan Menkominfo lewat akun @tifsembiring, awal Agustus 2014 kemarin (1/8/2014) :
- Ttg yang tidak puas dg kinerja saya sebagai Menkominfo, saya ucapkan terimakasih atas segala masukkannya. Saya sendiri juga belum puas..Demikian beberapa CATATAN menanggapi pernyataan Dennis Adhiswara yang saya nilai bicara tidak sesuai dengan fakta. (ibn)
- Ada kritik yg membangun dan ada (juga yang) bernada menjatuhkan. Saya mengamati ini. Ada yg kebelet sekali jadi menteri. Silakan, bungkus.
- Profesionalitas itu bukan ngaku2, tapi ada prestasi yg bermanfaat, diakui orang lain. Terserah Presiden, sampeyan dipilih atau tidak.
- Menilai keberhasilan seorang menteri bukan oleh orang2 ambisi begini, evaluasi jalanan, semua itu ada ukurannya, tercatat dan terukur.
- Seluruh program2 kementerian itu dalam rangka menjalankan RPJMN, janji-janji kampanye Presiden, program 100 hari, Instruksi2 Presiden..
- ..keputusan2 Presiden, arahan2 Presiden dan Menko2, kerjasama antar kementerian, dan disepakati anggaran dan program kerjanya oleh DPR.
- Bukan asal dikerjakan, ada yang mengawasi dan mengukurnya seperti UKP4, secara administrasi ada pengawasan berjenjang...
- Ada Kementerian PAN dan RB, ada audit BPK, konsultasi dg BPKP, ada penilaian oleh KPK, ada aparat penegak hukum yg mengawasi, ada DPR...
- Jadi bukan asal kerja, ada perencanaan, ada visi misi, kalau ingin mengevaluasi silakan. Bukan keinginan orang perorang, ini negara...
- Banyak yang sudah dibangun oleh pemerintahan SBY-Boediono, banyak yang mensyukuri dan menghargai termasuk lembaga2 dari luar negeri.
- Bahkan Indonesia sekarang masuk dalam peringkat 10 besar ekonomi dunia, versi World Bank. Puas? Tentu belum, masih banyak masalah....
- Untuk Kemenkominfo, sesuai RPJMN, bdg infrastruktur, Alhamdulillah: Hampir seluruh desa di Indonesia sudah masuk telefon(lk 72.000 desa)
- Seluruh kecamatan sudah masuk internet baik 5748 PLIK maupun 1970 MPLIK. Hampir seluruh kota dan kabupaten sudah ada sarana wifi gratis.
- Jaringan fiber optic Palapa Ring, hampir 90% selesai, wilayah coverage hp mencapai 95%, stasiun TVRI dibangun sebanyak 31 stasiun.
- Migrasi sistem televisi dr analog ke digital, PNBP Kemenkominfo naik jadi Rp 13,6 Trilyun/thn, anggaran yg dipakai Rp 3 trilyun/thn. (artinya, Kemenkominfo memberi pemasukan untuk negara sebesar Rp 10 Trilyun/tahun -ed)
- Ajang INAICTA (Indonesia ICT Award) tiap tahun, tlh melahirkan inovator2 baru ICT. Proyek e-learning yg menyambungkan 500 SD, SMP di DIY
- Pembangunan e-health di Sumbar, dimulainya teknologi baru LTE. Open source wajib dipakai di PLIK dan MPLIK, Indonesia OpenSource Award
- ICT pura, Cyber Jawara, ICT Training center UIN, Pusat training TIK Cikarang, ST MMTC di Yogyakarta. Bea siswa S2, S3 IT dan komunikasi.
- Kampanye internet sehat dan aman, kominfo goes to mall, Kartini Next Generation kreatifitas para wanita, PEGI peringkat e-gov Indonesia.
- Soal open BTS, jangan ngaku2 produk sendiri. Ilmuwan itu harus jujur dan ilmiah, ini kreatifitas Harvind Samra dan David Burgess...
- Saya tidak menolak open BTS, tapi karena menggunakan frekuensi, mk harus ada izin spektrum. Ini berlaku bagi semua pihak tanpa kecuali.
- Soal blokir konten, tentu ada mekanismenya. Ada Tim trust positif di bawah Ditjen Aptika, ada aturannya dalam UU dan PP dll.
- Selama ini hal tsb diatur dlm peraturan Dirjen Aptika, lalu dinaikkan jadi PM. Ada aduan masyarakat melalui pengaduan konten negatif.
- Ada lembaga2 yang berwenang meminta pemblokiran, seperti OJK mis?: situs forex yang di black list, LPOM mengenai makanan dan obat2an...
- Dari Kepolisian, dari BNN, ttg hal2 yg membahayakan keamanan negara. Ada mekanismenya, tidak asal blokir, ada sistem yang bekerja.
- Mereka tim trust positif ini mengawasi terus, dan tidak perlu izin menteri untuk memblokir sesuatu yang memang jelas konten negatif.
- Soal situs vimeo memang mengandung banyak konten porno, kita minta kesediaan mrk untuk memblok yg porno2 saja. Belum ada jawaban jelas.
- Soal komik manga, xhamster, hentai juga diblokir, karena memuat konten dan gambar2 porno secara vulgar. Ini melanggar undang2...
- Kalau ada yang membuka kembali konten2 internet yg dilarang oleh UU, tentu akan berhadapan dg bagian masyarakat yg anti pornografi.
- Terakhir, saya menghimbau seluruh pengguna socmed agar berbicara sopan dan menggunakan sarana ini untuk hal2 yang lebih produktif.
- Banyak manfaat positif spt: untuk penelitian, bisnis, pertemanan, pengumpulan data, promosi daerah dsb. Terimakasih atas atensinya.
Sumber: PIYUNGAN ONLINE